source: here
Maya tak hentinya melempar-lemparkan buah apel merahnya ke udara. Setiap apel merah itu kembali lagi ke tangannya, ia berdecak kagum. “Hei Apel, tanpa ada kau mungkin Isaac Newton tidak akan pernah dianggap menemukan hukum gravitasi!”. Otaknya bertanya, mengapa harus sebuah apel merah yang akhirnya membuat manusia sadar bahwa gravitasi eksis di planet bumi ini? Mengapa bukan aku saja yang mendapat kehormatan itu?
Ia tak berhenti bermain dengan apel saja. Ia sengaja menjatuhkan pensilnya dari atas meja. Dan ketika pensil tersebut akhirnya jatuh mencium tanah, lagi-lagi Maya berdecak kagum. “Ha, ternyata tidak hanya apel yang senang pada tanah, pensil pun begitu!”
Kali ini ia melihat keran air. Ia buka keran tersebut dan memandangi betapa derasnya air yang keluar dari sana. Di lihatnya dengan lekat aliran air itu dan ia sadar, air pun akhirnya mencium tanah. Lagi-lagi, untuk kesekian kalinya, ia berdecak kagum. “Hm, air yang dikatakan selalu mengalir pun mengikuti hukum gravitasi. Setiap buih air tidak melesat ke arah lain, tetapi tetap jatuh ke bawah. Hebat!”
Maya lagi-lagi menyaksikan peristiwa gravitasi. Ayahnya sedang sibuk mengutak-atik lampu kamarnya. Saat Ayah sedang lengah, lampu itu jatuh menghantam lantai kamarnya. Pecahan kaca lampu itu tersebar dimana-mana, dan bagaimanapun pecahan tersebut tetap ada di permukaan tanah. Ia lagi-lagi berdecak kagum. “Aku bersyukur lampu itu lepas dari pegangan Ayah. Lagi-lagi aku menyaksikan keajaiban gravitasi! Terima kasih!”.
Cerita gravitasi Maya belum selesai. Seorang laki-laki menghampiri Maya. “Maya, aku rasa aku jatuh cinta padamu”. Maya tersentak. Ia berpikir, mampukah cinta jatuh? Ia begitu semangat karena ia baru saja mendapatkan bukti baru. Bahkan cinta yang dikatakan abstrak dan tidak mampu terlihat itu pun mampu jatuh! Sungguh hukum gravitasi yang hebat! Itukah alasan kenapa dalam bahasa Indonesia, mencintai seseorang disebut “jatuh cinta”? Oh, atau dalam bahasa Inggris disebut “falling in love”? Ha, dasar gravitasi! Apapun mampu engkau jatuhkan! Ia tahu, gravitasi memang tidak mampu dikalahkan keajaibannya oleh siapapun atau apapun. Maya memutuskan untuk pergi sambil memberikan pernyataan pada laki-laki tersebut, “Aku yakin sekali jatuh cintamu dipengaruhi gravitasi! Haha! Bukankah itu ajaib?”. Laki-laki itu bengong.
Maya tergila-gila pada gravitasi. Ia tak pernah berhenti memandangi setiap peristiwa gravitasi yang ada disekitarnya. Kapur yang jatuh, komik Adiknya yang jatuh, temannya yang tersandung dan akhirnya jatuh pun ia nikmati dengan diikuti tawa geli . Setiap peristiwa “jatuh” yang ada ia biarkan terjadi. Tidak seperti manusia pada umumnya, selalu berusaha untuk melindungi sesuatu dari kejatuhan. Bahkan Maya percaya, saat pengusaha jatuh bangkrut, pasti karena ulah gravitasi. Tidak salah lagi.
Apapun peristiwa gravitasi yang Maya alami, ia selalu mendapatkan kesimpulan yang sama tentang gravitasi: tidak ada satu hal pun yang mampu mengganggu gravitasi! Setinggi apapun kau bertumpu, pada akhirnya kau akan jatuh juga!!!
Sampai akhirnya cerita gravitasi yang dimiliki oleh Maya harus berakhir.
Suatu hari Maya mengunjungi pantai di dekat rumahnya. Di sana ada mercusuar tua yang bagi orang-orang terlihat menyeramkan, namun bagi Maya mercusuar itu justru memberikan pesona mistis. Pemandangan disana pun begitu indah, seakan menemani sang mercusuar agar tidak sedih menjadi satu-satunya bangunan disana. Terlebih saat senja. Pasir, air, dan ombak terlihat jingga keemasan ketika dibakar oleh matahari yang terbenam. Maya menikmati pemandangan disana. Menenangkan, katanya.
Maya memutuskan untuk mencapai tempat tertinggi di mercusuar. Ia menaiki tangga sambil berlari kecil. Maya tak sabar, akan seperti apa pemandangan yang akan ia lihat di atas sana. Perlahan peluh membasahi tubuhnya. Maya tak peduli. Ia terus berlari. Ia tak akan berhenti.
Sesampainya ia di sana, Maya tercengang. Betapa indah pemandangan yang diberikan mercusuar ini! Sesuai seperti apa yang dibayangkannya, laut terlihat berkilau kemerahan akibat matahari terbenam. Namun apa yang dilihat Maya berikutnya, membuat ia tercengang dua kali lebih dahsyat. Ya, tercengang kuadrat. Seekor burung camar jatuh dengan indahnya di depan pandangan Maya. Ia pandangi lekat-lekat peristiwa itu, betapa ia takjub sekaligus merinding! Ia menyaksikan peristiwa gravitasi dengan pemandangan yang begitu indah! Bukan main!
Maya ingin pula merasakan keajaiban tersebut...
Ia dekati pagar pembatas disana. Ia yakin bahwa saat ini adalah waktu yang tepat, untuk merasakan keindahan yang selama ini gila-gilai. Keindahan yang selama ini hanya ia bisa saksikan tanpa merasakannya...
Maya hempaskan tubuhnya ke udara...
Angin menyapu tubuhnya. Ia merasa bobot tubuhnya bertambah berat. Rambutnya menari dengan liar di sapu angin yang melawan gerakan tubuh Maya. Tubuh Maya meluncur tanpa ragu, merasakan setiap keindahan yang dimunculkan oleh sang gravitasi. Ia tidak melayang, ia tidak pula terbang. Ia tenggelam. Tenggelam dalam keindahan gravitasi yang menyedotnya.
Ia merasa puas tiada tara. Kini ia rasakan sendiri peristiwa gravitasi yang didambanya. Ia tahu pemandangan disana akan sangat takjub menyaksikan Maya mengalami sendiri peristiwa gravitasi!
Menyusul burung camar yang sial, Maya terjerembab.
Dan ia mati dalam kegilaannya.
suka deh ceritanya.
ReplyDeleteada-ada aja si Maya. haha
Fidaaaaaaaaaaa...
ReplyDeleteMakasihhhh :)
Iya nih si Maya memang aneh2 aja
aku suka tulisan ayiiiiiiiiiiiiiiii!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
ReplyDeletekok kalo gope yang ngomong berasa boong. tulisan kamu tuhhhhhhhhh bagusssssssssssssssssssss :D
ReplyDelete