Tuesday, October 25, 2011

Cherish








Teman-teman, kebetulan saya diwawancara oleh Indra Arief Pribadi, seorang kontributor dari Memang Terlalu. Kalau ingin membaca silakan klik >>di sini<<. Selamat membaca teman-teman semoga bermanfaat :)

Sunday, October 23, 2011

Adowable ;)

My cutey nephew: Syahida Aufa Niamillah Ligar, 4,5 months old.
He's too adorable ;)



---Pictures were taken by Annisa Utami Seminar---



Saturday, October 22, 2011

Manusia




---by Annisa Utami Seminar---



Buat kamu, ya siapapun kamu. Coba sekali-kali kamu pandang sebuah cermin. Sadarlah, bahwasanya kamu sebagai manusia banyak salah. Sadarlah, manusia perlu menyadari letak kesalahan dan berani meminta maaf. Pun kamu telah meminta maaf, sadarlah tidak akan ada gunanya meminta maaf atas kesalahan yang kamu ulang. Lebih baik, kamu berubah.


"Manusia itu terlalu egois, bahkan untuk dirinya sendiri."

Cukup tiga langkah:
        sadari,
akui,
dan jangan ulangi.

Wednesday, October 19, 2011

Release


Taken by Annisa Utami Seminar, 2011


Sesungguhnya, ada yang lebih mengagumkan dibalik topengmu........
Maka, lepaskanlah....
Berjalanlah dengan tegap dan mantap,
membawamu dirimu apa adanya....

Tuesday, October 18, 2011

Pretty Little Things










Everything in this world are born pretty, just open your eyes and see from the other side :)


P.S. All pictures were taken by Annisa Utami Seminar, 2011
also no photoshop effect applied in those pictures, except cropping.

Thursday, October 13, 2011

Lain Kali


Taken by Annisa Utami Seminar


Lain kali, biarkan hatimu yang terluka terus tinggal disana.
Jangan kau coba tutupi... Cukup kau obati saja sampai rasa perih itu menghilang.

Biar kau terus ingat,
betapa perihnya ketika luka itu menyayat kulitmu.

Biar kau terus ingat,
betapa luka itu tak kunjung menghilang... membekas jelas di hati dan ingatanmu.

Biar kau terus ingat,
bahwa tak akan pernah lagi kau biarkan luka lain menggores dirimu.

Lain kali, biarkanlah...

Monday, October 10, 2011

Desa Sawarna, Menyegarkan Mata (part II)

Sambungan dari: Desa Sawarna, Menyegarkan Mata (part I)





Perjalanan menuju Pantai Legon Pari


Saya pikir perjalanan ke pantai tidak terlalu jauh. Ternyata kami melewati sawah dan kebon, jembatan gantung yang lain, kali, naik dan turun yang cukup melelahkan. Tapi lagi-lagi karena kita berjalan dalam alam, saya tetap menikmatinya. Rasa lelah dan kaki pegalnya kalah sama rasa senang karena berasa sedang dipeluk oleh alam. Seperti ini kira-kira pemandangan yang saya dapat selama perjalanan menuju ke pantai.

Sampai akhirnya kami melihat laut dari ketinggian. Sumpah, saya sudah tidak sabar. Dari ketinggian, saya bisa liat hamparan laut yang biru tak berbatas, tapi sedikit banyak tertutup oleh pohon-pohon kelapa yang tinggi. Akhirnya kami turun lumayan lama, sampai akhirnya kami tiba di Pantai pertama kami, Pantai Legon Pari.


Selamat Datang di Pantai Legon Pari


Pasirnya putih. Ombaknya besar. Airnya bersih. Saya dan teman-teman langsung nyebur ke air walau jam masih menunjukkan jam 11. Panas? Iya, tapi gak ada gunanya ngeluh panas kalau sudah ngeliat pantai asri begini. Tempatnya juga tidak terlalu ramai. Berasa pantai miliki sendiri. Saya teriak, tertawa, ngejek teman, sambil bermain di Pantai. Menyenangkan.

Apabila kita menyusuri ke arah kiri dari Pantai Legon Pari, kita akan menemukan Pantai Karang Taraje. Katanya karangnya berbentuk seperti tangga. Tapi kata mas Atlas, kesana termasuk berbahaya apalagi saat ombak sedang besar. Jadi akhirnya kami menyusuri ke arah kanan Pantai Legon Pari.



Awal Mula Perjalanan Menyusuri Pantai


Saat ini, pantai sedang surut... Jadi permukaan pantai masih banyak yang terlihat. Banyak bebatuan yang terbentuk karena hasil abrasi dan juga binatang-binatang laut jadi mudah kami temukan. Menurut saya, ini yang membuat pantai-pantai di Sawarna terlihat indah. Hasil abrasi karang-karangnya. Gak bakal jadi seindah itu kalo buka karena abrasi.



Karang-karang yang seperti membuat air terjun


Setelah jalan sekitar 30 menit, kami melewati satu spot yang banyak sekali karang-karang tingginya. Lagi-lagi ini adalah hasil abrasi. Saat kami sedang melihat karang-karang tinggi tersebut, ombak yang sangat besar menghantam karang-karang tersebut dan akhirnya air-airnya jatuh seperti air terjun. BAGUSNYA BUKAN MAIN. Saya langsung motret cepet-cepet kejadian itu. Jujur, ini pertama kalinya saya lihat pemandangan seperti ini di pantai. Bukan main.




Perjalanan Menuju Pantai Tanjung Layar


Kami jalan cukup jauh dan saya tahu sebenarnya teman-teman juga sudah termasuk lelah. Tapi lagi-lagi seperti yang saya bilang sebelumnya, rasa capenya kalah sama rasa penasaran buat liat pemandangan lain di depan sana. Jadi kami teruuuuuuus berjalan di bawah terik matahari. Sampai akhirnya kami tiba di Pantai Tanjung Layar.




Tanjung Layar


Nah, kalau kalian search “Sawarna” di Google, pasti yang paling sering muncul gambarnya itu Pantai Tanjung Layar. Karena ini adalah pantai kedua paling dekat dari desa Sawarna. Tempat ini khas karena ada dua karang tinggi yang kalau dilihat dari sudut tertentu akan tampak seperti layar kapal. Lagi-lagi, ini semua terjadi karena hasil abrasi. Permukaan dari karang layar itu pun terlihat seperti landasan kapal, lagi-lagi karena hasil abrasi. Bukan main.

Setelah dari Pantai Tanjung Layar, kami duduk-duduk di warung terdekat. Kami sempat berdiskusi tentang keindahan pantai-pantai Sawarna. Teman saya, Alex, setahun yang berlibur ke Bali menyatakan: “Sawarna jauh lebih indah dari Bali”. Terus teman saya yang namanya, Dewa bilang: “Bagusnya Sawarna tuh, semua pantai ngasih ciri khas sendiri...”. Yep, saya setuju sama kata-kata Dewa. Pemandangan yang saya liat di Pantai Sawarna tuh gak sama dengan pantai-pantai yang lain yang Cuma ngasih liat pasir putih, air jernih, dan ombak yang besar. Sawarna punya pemandangan yang jauh lebih bikin cengo.

Penyusuran kami selesai di Pantai Tanjung Layar pukul 15.00 WIB, setelah itu kami kembali ke home stay untuk istirahat dan makan dan setelah itu kembali ke Pantai Ciantir (pantai paling dekat dari desa Sawarna) untuk menyaksikan sunset.


Teman-teman saya yang asyik main di pantai


Pukul 16.30 wib kami sudah stand by di Pantai Ciantir. Sambil menunggu sunset datang, kami asyik bermain di pantai. Ombaknya sangat besar, anginnya juga sangat kencang. Baru nyelupin kaki ke air aja rasanya dingiiiiiin banget. Baru juga berapa menit nyampe sana, badan udah basah dari atas sampe bawah. Seru! Awalnya pas liat keadaan langit, agak pesimis bakal dapat sunset bulat yang asyik. Tapi ternyata, akhirnya kita bisa nikmatin sunset yang indah.... Sambil nyender di pasir pantai, ngeliatin matahari yang tenggelam, bareng temen-temen... Ciamik...


Sunset di Pantai Ciantir


Setelah selesai menyaksikan sunset, kami kembali ke homestay. Di homestay, saya ngobrol bareng dua bule yang kebetulan nginep disana juga. Oh ya saya lupa bilang kalau yang punya homestay ini orang Australia, dan ngomongnya sangat-sangat gak jelas karena dicampur-campur sama bahasa Indonesia juga. Nah dua bule yang nginep disini kebetulan orang Australia juga. Biasalah orang bule doyan ngajak ngobrol duluan. Saya lupa apa obrolan pertamanya, yang jelas dia bilang kalau dia jauh lebih suka Sawarna daripada Bali dan katanya ini udah kedua kalinya dia ke Sawarna dan katanya ini tempat yang paling cocok buat surfing. Dia belum pernah ke pulau lain di Indonesia selain pulau Jawa dan Bali. Tapi kalau saya pribadi mah, Sawarna dan Bali sama-sama indahlah... Hahaha. Akhirnya saya ngasih tau beberapa tempat lain di Indonesia yang bagus-bagus. Dan katanya dia mau coba kesana... Yah semoga pariwisata di Indonesia jadi lebih maju ya...

Keesokan harinya kita bakal pulang. Nah, kali ini kita bakal coba pulang lewat rute Cisolok-Pelabuhan Ratu-Sukabumi-Bogor (istirahat)-baru ke Jatinangor. Jalannya memang jauh lebih gak bersahabat dibanding rute sebelumnya. Kelok-kelok, naik turun macem lagi di puncak. Tapi, pas udah masuk daerah kabupaten Sukabumi, SUBHANALLAH, sepanjang perjalanan tuh samping kanan kita pemandangannya pantai. Buseeeeet, indah banget deh pokoknya. Kita berkali-kali berenti setiap kali liat pemandangan bagus, apalagi kita dari ketinggian. Makin mantep aja dah berasanya.



Pemandangan selama di Cisolok


Pemandangan pantai habis setelah ngelewatin Pelabuhan Ratu, dan dari Sukabumi penunjuk jalan ke arah Bogor sangat banyak jadi gak bakal kesasar.

Nah kira-kira seperti itulah cerita saya ke Sawarna. Mata saya benar-benar segar karena pemandangan yang diberikan Sawarna. Jadi bagi siapapun yang mau ke Sawarna, JANGAN DIBATALIN.

Tips bagi yang ingin ke Sawarna:

  1. Perjalanan ke Sawarna termasuk jauh dan sepi. Jadi lebih baik siapin cemilan dan minuman selama perjalanan.
  2. Setelah masuk Bayah, ATM sudah sangat sedikit. Jadi lebih baik dari pertama kali berangkat sudah menyiapkan uang tunai.
  3. Bagi yang membawa mobil pribadi, untuk menghilangkan rasa kurang aman karena meninggalkan mobil lumayan jauh dari tempat tinggal, lebih baik bawa alat-alat keamanan untuk mobil.
  4. Bawa senter dan sandal yang ampuh dalam segala rintangan. Senter buat ke Goa, sandal yang bagus biar kaki gak pegel selama menyusuri pantai.
  5. Kalau dari awal udah gak kuat buat menyusuri pantai, lebih baik bilang sama tour guidenya, karena bisa minta dipanggilin ojek dari tempat terdekat.
  6. Jangan ngeluh, nikmatin aja semua yang ada di Desa Sawarna. Dijamin seneng dan gak rugi.

Desa Sawarna, Menyegarkan Mata (part I)

Halo bloggers! Akhirnya setelah kesibukan yang membludak dan kondisi dompet yang kering, saya bisa memanjakan diri saya di depan laptop untuk menulis hal-hal yang menyenangkan. Kali ini saya akan memenuhi janji saya untuk menceritakan perjalanan terakhir saya, yaitu ke Sawarna!

Saya bukan perencana liburan ini. Sebut saja Bayu Munggaran, sobat saya, dengan tekunnya menulis notes di facebook tentang rencana perjalanan ke Sawarna dan men-tag satu per satu teman-teman yang sekiranya bersedia untuk ikut ke Sawarna. Ia menuliskan objek wisata apa saja yang ada disana serta estimasi budget. Bagaimana perjalanan menuju kesana tidak dituliskan karena Bayu pun belum pernah kesana, sehingga saya dan teman-teman lain berusaha untuk mencari informasi perjalanan kesana demi menyempurnakan rencana perjalanan ini.

Kami berangkat hari Sabtu, 17 September 2011. Ada 2 rute yang bisa diambil apa bila kita ingin pergi ke Sawarna, pertama rute Serang dan kedua rute Pelabuhan Ratu. Dengan ke-soktahu-an saya yang pernah ke Tanjung Lesung, saya bersikeras untuk berangkat lewat Serang karena kita akan menyusuri tol. Karena kita berangkat dari Jatinangor, kira-kira seperti ini rutenya: Jatinangor, Purbaleunyi, Cipularang, Jakarta, Tangerang, Serang Timur, Pandeglang, Bayah, dan sampai di Sawarna. Menggunakan rute ini, angkutan umum tersedia sampai Bayah, tetapi dari Bayah ke Sawarna hanya bisa menggunakan ojek saja. Akhirnya kami menentukan untuk menyewa mobil untuk perjalanan ini dan melewati rute hasil pemikiran saya itu.

Perjalanan hari itu cukup lancar dan tanpa kendala. Hanya saja mengapa kami tidak kunjung sampai? Perkiraan saya kita akan menempuh kira-kira 8 jam. Kami berangkat pukul 09.30 wib pagi, tapi pukul 15.00 wib kami baru sampai di Pandeglang. Dari Pandeglang ke Bayah, kalau dilihat-lihat dari GPS masih 3 jam lebih. Saya mulai khawatir, apa kami salah jalan? Kira-kira masih aman gak kalo kira-kira sampai disana malam hari? Tapi ya masa kita mau berhenti di tengah perjalanan? Rasanya Cuma menghabiskan waktu saja... Jadi kita tetap melanjutkan perjalanan.

Gerbang menuju desa Sawarna dari arah Bayah kurang terlihat jelas. Besar kemungkinan bagi orang-orang untuk melewati gerbang tersebut, apalagi kalau malam hari. Terlebih di lingkungan ini sangat sepi, jarang sekali saya menemukan warga lokal di pinggir jalan. Dari gerbang menuju sawarna pun terhitung jauh. Kami melewati hutan dan jalanan yang lumayan kelok-kelok dan naik-turun. Jalanannya pun terhitung sempit. Sampai akhirnya kami bernafas lega setelah melihat pangkalan ojek dan banyak mobil-mobil berplat B dan F yang sedang parkir disana. Kami rasa, kami sudah sampai di desa Sawarna.

Kami tiba di desa Sawarna pukul 20.30 wib. Di pangkalan ojek terhitung ramai dan banyak orang yang akan membantu kita (mungkin kata lainnya calo) untuk mencarikan penginapan. Kami sebenarnya sudah punya nomor kontak salah satu home stay di Sawarna, tapi karena alasan harga kamar kami menentukan untuk mencari home stay lain yang sekiranya lebih murah.


Jembatan Gantung menuju Desa Sawarna


Nah untuk masuk desa Sawarna ini, hanya bisa dilalui oleh satu jembatan gantung. Tidak terlalu panajng kok jembatannya, tapi cukup membuat anda terasa bergoyang-goyang ketika selesai melewati jembatan. Desa Sawarna ini cukup mini, jalannya hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki dan motor, rata-rata rumah disana juga dijadikan home stay atau warung. Tapi karena kami sampai disana pada malam hari, kami hanya lihat 1-2 warung yang masih buka. Sampai akhirnya, kami menemukan sebuah home stay namanya “Sawarna Beach Homestay”. Home stay ini bangunan yang paling mencolok di desa Sawarna, karena sudah 2 tingkat. Katanya, home stay ini adalah home stay paling pertama yang ada di desa Sawarna.


Sawarna Beach Home Stay, tuh ada CPnya


Akhirnya kami mencoba melihat home stay ini. Ternyata, tarif kamar di desa Sawarna tidak dihitung per kamar, tapi per orang. Di homestay ini tersedia kamar untuk 5 orang dan untuk 10 orang, kami ingin mengambil kamar untuk 10 orang, karena tim kami berjumlah 8 orang. Tarifnya sebesar Rp 60.000/orang/malam belum termasuk makan sehari 3x. Jujur saja terasa mahal. Artinya, 1 kamar seharga Rp 480.000, udah ngalahin hotel bintang 2 kan? Akhirnya mulailah jurus-jurus anak kuliah dikeluarkan: NAWAR. Eh, masnya belum pengen ditawar. Yaudah akhirnya kami keluar mencari homestay lain. Homestay yang sudah kita punya nomor kontaknya, Widi Homestay, ternyata hari itu sudah penuh. Padahal harganya lebih murah, yaitu Rp 90.000/orang/malam tapi sudah termasuk makan sehari 3x. Akhirnya saat kami sedang mencari homestay lain, mas-mas homestay sawarna beach ini nawarin harga Rp 50.000/orang/malam. Karena homestay lain sudah penuh dan kisaran harga di desa Sawarna memang segitu, kami akhirnya ambil kamar Sawarna Beach Homestay.

Untuk urusan makan, kami sering makan di warung yang berlokasi di pangkalan ojek. Tempat makan ini satu-satunya terdekat dari desa Sawarna yang bisa prasmanan. Menunya gak jauh dari tumis tempe, telur balado, sop, sayur asem, ayam, ikan dan Indomie. Harganya tidak terlalu murah juga, jadi saya gak banyak2 ambil lauk. Tapi rasanya enak kok.

Nah, setelah makan dan membersihkan diri, akhirnya kami membicarakan kegiatan untuk esok hari. Kebetulan kami bertemu dengan mas Atlas, doi seorang tour guide di desa Sawarna. Katanya, untuk perjalanan kami dari goa dan ke pantai, memang tidak bisa kalau sendirian. Perjalanannya cukup jauh katanya, dan gak ada penunjuk jalan (ya iyalah). Jadi akhirnya kami sepakat untuk memakai bantuan dari Mas Atlas. Tarif tour guide juga dihitung per orang, yaitu sebesar Rp 10.000. Rencana kami besok adalah, melihat goa lalay, lalu menyusuri pantai dari pantai Karang Taraje, pantai Legon Pari, pantai Karang Anyar, pantai Tanjung Layar, dan di akhir perjalanan melewati Pantai Ciantir. Tadinya kami ingin lihat sunrise, tapi ternyata lokasi untuk melihat sunrise itu cukup jauh, kira-kira 1 jam perjalanan dan tarif untuk kesana pun mahal. Akhirnya, yasudah kami batalkan rencana untuk melihat sunrise.





Perjalanan ke Goa Lalay


Perjalanan kami untuk hari ini, dimulai dari pukul 08.00 pagi. Tempat pertama yang akan kami kunjungi adalah Goa Lalay. Perjalanan yang kami tempuh kira-kira selama 30 menit dari homestay sampai ke depan Goa Lalay. Saya tidak pernah masuk ke Goa sebelumnya. Jadi saya gak ngerti kaya apa sih di dalem goa, ada airnya apa enggak, jalannya licin apa gak, ada apaan di dalamnya. Saya gak pernah tau. Makanya saya excited sendiri buat masuk ke Goa. Kata mas Atlas, dalemnya Goa ini sekitar 600 m, tapi gak bisa bener-bener sampe ke ujung, karena goa makin sempit dan kalo terlalu lama nanti kita kekurangan oksigen.


Ini dia Goa Lalaynya


Ternyata goa lalay ini digenangi oleh air setinggi lutut. Kami melepaskan sandal kami, karena akan membuat perjalanan kami di dalam goa lebih lambat. Ternyata, permukaan dari goa ini licin, jadi saat berjalan harus hati-hati sekali. Kalau tidak ya nyebur dan nyemplung. Saya gak boleh jatuh karena saya bawa satu tas backpack isinya perlengkapan kamera saya semua, yah ada juga sih botol minum ama cemilan.
Oke, jadi ternyata ya goa seperti apa yang saya bayangkan selama ini. Langit-langitnya saat kita masuk masih tinggi, bentuknya juga tidak karuan. Ternyata baru masuk beberapa meter, sudah ramai kelelawar. Gelap, tapi karena baunya kurang sedap jadi saya sadar kalau disini memang tempat hidupnya kelelawar.

Kami terus masuk dan sempat melihat partikel-partikel mengkilap di goa (saya gak tau apa namanya), tapi itu pertama kalinya saya lihat hal macem begitu. Semakin dalam, track semakin sulit, semakin licin dan semakin gak beraturan. Sampai satu titik, saya memutuskan untuk gak jalan lebih jauh. Karena harus naik-naik ke batu-batu yang tinggi dan termasuk curam dan kata mas Atlas, untuk masuk pun harus banyak-banyak menunduk. Saya memutuskan untuk tidak meneruskan. Tetapi teman-teman saya terus berjalan.

Ternyata perjalanan teman-teman saya tidak terlalu lama. Mungkin hanya 5 menit, tapi katanya mereka bilang memang lebih dalem lebih bagus, tapi ya itu, bikin pegel karena harus bungkuk terus. Oh ya, kalau mau ke Goa Lalay lebih baik bawa senter ya, karena disini sangat gelap. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali dan menuju pantai.... (bersambung ke Part II)