Monday, October 10, 2011

Desa Sawarna, Menyegarkan Mata (part I)

Halo bloggers! Akhirnya setelah kesibukan yang membludak dan kondisi dompet yang kering, saya bisa memanjakan diri saya di depan laptop untuk menulis hal-hal yang menyenangkan. Kali ini saya akan memenuhi janji saya untuk menceritakan perjalanan terakhir saya, yaitu ke Sawarna!

Saya bukan perencana liburan ini. Sebut saja Bayu Munggaran, sobat saya, dengan tekunnya menulis notes di facebook tentang rencana perjalanan ke Sawarna dan men-tag satu per satu teman-teman yang sekiranya bersedia untuk ikut ke Sawarna. Ia menuliskan objek wisata apa saja yang ada disana serta estimasi budget. Bagaimana perjalanan menuju kesana tidak dituliskan karena Bayu pun belum pernah kesana, sehingga saya dan teman-teman lain berusaha untuk mencari informasi perjalanan kesana demi menyempurnakan rencana perjalanan ini.

Kami berangkat hari Sabtu, 17 September 2011. Ada 2 rute yang bisa diambil apa bila kita ingin pergi ke Sawarna, pertama rute Serang dan kedua rute Pelabuhan Ratu. Dengan ke-soktahu-an saya yang pernah ke Tanjung Lesung, saya bersikeras untuk berangkat lewat Serang karena kita akan menyusuri tol. Karena kita berangkat dari Jatinangor, kira-kira seperti ini rutenya: Jatinangor, Purbaleunyi, Cipularang, Jakarta, Tangerang, Serang Timur, Pandeglang, Bayah, dan sampai di Sawarna. Menggunakan rute ini, angkutan umum tersedia sampai Bayah, tetapi dari Bayah ke Sawarna hanya bisa menggunakan ojek saja. Akhirnya kami menentukan untuk menyewa mobil untuk perjalanan ini dan melewati rute hasil pemikiran saya itu.

Perjalanan hari itu cukup lancar dan tanpa kendala. Hanya saja mengapa kami tidak kunjung sampai? Perkiraan saya kita akan menempuh kira-kira 8 jam. Kami berangkat pukul 09.30 wib pagi, tapi pukul 15.00 wib kami baru sampai di Pandeglang. Dari Pandeglang ke Bayah, kalau dilihat-lihat dari GPS masih 3 jam lebih. Saya mulai khawatir, apa kami salah jalan? Kira-kira masih aman gak kalo kira-kira sampai disana malam hari? Tapi ya masa kita mau berhenti di tengah perjalanan? Rasanya Cuma menghabiskan waktu saja... Jadi kita tetap melanjutkan perjalanan.

Gerbang menuju desa Sawarna dari arah Bayah kurang terlihat jelas. Besar kemungkinan bagi orang-orang untuk melewati gerbang tersebut, apalagi kalau malam hari. Terlebih di lingkungan ini sangat sepi, jarang sekali saya menemukan warga lokal di pinggir jalan. Dari gerbang menuju sawarna pun terhitung jauh. Kami melewati hutan dan jalanan yang lumayan kelok-kelok dan naik-turun. Jalanannya pun terhitung sempit. Sampai akhirnya kami bernafas lega setelah melihat pangkalan ojek dan banyak mobil-mobil berplat B dan F yang sedang parkir disana. Kami rasa, kami sudah sampai di desa Sawarna.

Kami tiba di desa Sawarna pukul 20.30 wib. Di pangkalan ojek terhitung ramai dan banyak orang yang akan membantu kita (mungkin kata lainnya calo) untuk mencarikan penginapan. Kami sebenarnya sudah punya nomor kontak salah satu home stay di Sawarna, tapi karena alasan harga kamar kami menentukan untuk mencari home stay lain yang sekiranya lebih murah.


Jembatan Gantung menuju Desa Sawarna


Nah untuk masuk desa Sawarna ini, hanya bisa dilalui oleh satu jembatan gantung. Tidak terlalu panajng kok jembatannya, tapi cukup membuat anda terasa bergoyang-goyang ketika selesai melewati jembatan. Desa Sawarna ini cukup mini, jalannya hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki dan motor, rata-rata rumah disana juga dijadikan home stay atau warung. Tapi karena kami sampai disana pada malam hari, kami hanya lihat 1-2 warung yang masih buka. Sampai akhirnya, kami menemukan sebuah home stay namanya “Sawarna Beach Homestay”. Home stay ini bangunan yang paling mencolok di desa Sawarna, karena sudah 2 tingkat. Katanya, home stay ini adalah home stay paling pertama yang ada di desa Sawarna.


Sawarna Beach Home Stay, tuh ada CPnya


Akhirnya kami mencoba melihat home stay ini. Ternyata, tarif kamar di desa Sawarna tidak dihitung per kamar, tapi per orang. Di homestay ini tersedia kamar untuk 5 orang dan untuk 10 orang, kami ingin mengambil kamar untuk 10 orang, karena tim kami berjumlah 8 orang. Tarifnya sebesar Rp 60.000/orang/malam belum termasuk makan sehari 3x. Jujur saja terasa mahal. Artinya, 1 kamar seharga Rp 480.000, udah ngalahin hotel bintang 2 kan? Akhirnya mulailah jurus-jurus anak kuliah dikeluarkan: NAWAR. Eh, masnya belum pengen ditawar. Yaudah akhirnya kami keluar mencari homestay lain. Homestay yang sudah kita punya nomor kontaknya, Widi Homestay, ternyata hari itu sudah penuh. Padahal harganya lebih murah, yaitu Rp 90.000/orang/malam tapi sudah termasuk makan sehari 3x. Akhirnya saat kami sedang mencari homestay lain, mas-mas homestay sawarna beach ini nawarin harga Rp 50.000/orang/malam. Karena homestay lain sudah penuh dan kisaran harga di desa Sawarna memang segitu, kami akhirnya ambil kamar Sawarna Beach Homestay.

Untuk urusan makan, kami sering makan di warung yang berlokasi di pangkalan ojek. Tempat makan ini satu-satunya terdekat dari desa Sawarna yang bisa prasmanan. Menunya gak jauh dari tumis tempe, telur balado, sop, sayur asem, ayam, ikan dan Indomie. Harganya tidak terlalu murah juga, jadi saya gak banyak2 ambil lauk. Tapi rasanya enak kok.

Nah, setelah makan dan membersihkan diri, akhirnya kami membicarakan kegiatan untuk esok hari. Kebetulan kami bertemu dengan mas Atlas, doi seorang tour guide di desa Sawarna. Katanya, untuk perjalanan kami dari goa dan ke pantai, memang tidak bisa kalau sendirian. Perjalanannya cukup jauh katanya, dan gak ada penunjuk jalan (ya iyalah). Jadi akhirnya kami sepakat untuk memakai bantuan dari Mas Atlas. Tarif tour guide juga dihitung per orang, yaitu sebesar Rp 10.000. Rencana kami besok adalah, melihat goa lalay, lalu menyusuri pantai dari pantai Karang Taraje, pantai Legon Pari, pantai Karang Anyar, pantai Tanjung Layar, dan di akhir perjalanan melewati Pantai Ciantir. Tadinya kami ingin lihat sunrise, tapi ternyata lokasi untuk melihat sunrise itu cukup jauh, kira-kira 1 jam perjalanan dan tarif untuk kesana pun mahal. Akhirnya, yasudah kami batalkan rencana untuk melihat sunrise.





Perjalanan ke Goa Lalay


Perjalanan kami untuk hari ini, dimulai dari pukul 08.00 pagi. Tempat pertama yang akan kami kunjungi adalah Goa Lalay. Perjalanan yang kami tempuh kira-kira selama 30 menit dari homestay sampai ke depan Goa Lalay. Saya tidak pernah masuk ke Goa sebelumnya. Jadi saya gak ngerti kaya apa sih di dalem goa, ada airnya apa enggak, jalannya licin apa gak, ada apaan di dalamnya. Saya gak pernah tau. Makanya saya excited sendiri buat masuk ke Goa. Kata mas Atlas, dalemnya Goa ini sekitar 600 m, tapi gak bisa bener-bener sampe ke ujung, karena goa makin sempit dan kalo terlalu lama nanti kita kekurangan oksigen.


Ini dia Goa Lalaynya


Ternyata goa lalay ini digenangi oleh air setinggi lutut. Kami melepaskan sandal kami, karena akan membuat perjalanan kami di dalam goa lebih lambat. Ternyata, permukaan dari goa ini licin, jadi saat berjalan harus hati-hati sekali. Kalau tidak ya nyebur dan nyemplung. Saya gak boleh jatuh karena saya bawa satu tas backpack isinya perlengkapan kamera saya semua, yah ada juga sih botol minum ama cemilan.
Oke, jadi ternyata ya goa seperti apa yang saya bayangkan selama ini. Langit-langitnya saat kita masuk masih tinggi, bentuknya juga tidak karuan. Ternyata baru masuk beberapa meter, sudah ramai kelelawar. Gelap, tapi karena baunya kurang sedap jadi saya sadar kalau disini memang tempat hidupnya kelelawar.

Kami terus masuk dan sempat melihat partikel-partikel mengkilap di goa (saya gak tau apa namanya), tapi itu pertama kalinya saya lihat hal macem begitu. Semakin dalam, track semakin sulit, semakin licin dan semakin gak beraturan. Sampai satu titik, saya memutuskan untuk gak jalan lebih jauh. Karena harus naik-naik ke batu-batu yang tinggi dan termasuk curam dan kata mas Atlas, untuk masuk pun harus banyak-banyak menunduk. Saya memutuskan untuk tidak meneruskan. Tetapi teman-teman saya terus berjalan.

Ternyata perjalanan teman-teman saya tidak terlalu lama. Mungkin hanya 5 menit, tapi katanya mereka bilang memang lebih dalem lebih bagus, tapi ya itu, bikin pegel karena harus bungkuk terus. Oh ya, kalau mau ke Goa Lalay lebih baik bawa senter ya, karena disini sangat gelap. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali dan menuju pantai.... (bersambung ke Part II)

No comments:

Post a Comment

Thank you :)