Wednesday, April 27, 2011

Trip Nekat ke Yogyakarta - Part IV

the previous story:
Trip Nekat ke Yogyakarta - Part I
Trip Nekat ke Yogyakarta - Part II
Trip Nekat ke Yogyakarta - Part III
-------------------------------------------------------------------------

Minggu, 3 April 2010. --Yogyakarta hujan pagi ini

Saya bangun rada siang. Saya bangun kira-kira jam 9an dan suara air turun membuat saya sadar bahwa pagi ini hujan lumayan deras. Dewa ternyata dari jam setengah 7 pagi sudah pergi bersama teman semasa SDnya ke Gereja. Saya cuma sama Ariawan, dan kita memutuskan untuk langsung sarapan dan pergi ke Museum Affandi.

Setelah membersihkan diri, saya mengajak Ariawan untuk makan di restoran sop ayam yang sudah pernah saya datangi dan saya pikir itu cukup murah. Saya inget, letak restorannya di jalan sosrowijayan. Jadi saya dengan percaya dirinya mengajak Ariawan pergi kesana.. Eh ternyata restoran itu sudah pindah tempat...! Tapi Ariawan, masih mau diajak makan sop ayam itu! Ada tukang becak yang ngasih tau tempat barunya dan dia bilang sih dekat. Aku udah sedikit curiga, deketnya deket Jogja sih bikin kakiku gempor! Hahaha. Tapi akhirnya kita jalan, dan ternyata tempat sop ayam itu udah pindah di Jalan Mataram.

Saya dan Ariawan akhirnya menikmati sop ayam ditemani gerimis yang romantis... Setelah itu, saya melihat ada semacam cafe kecil bernama Artemy yang menjual ITALIAN GELATO!!!! Sumpah, saya seneng abis pas liat cafe kecil itu! Saya pecinta Italia dan saya kangen makan GELATO asli Italia... Makanya, sebelum kembali ke penginapan... Saya ngotot ke Ariawan, pengen makan ice cream disitu. Setelah masuk cafe kecil itu, tempatnya memang enak... Tapi pilihannya masih sedikit... Pilihannya cuam tiramissu, vanila, peach manggo, sama satu lagi coklat kalo gak salah... Saya pesan peach manggo, dan ternyata LARANG TENAN harganya! Rp 10.000 satu scoop! Kalo udah di Indonesia gini sih berasa mahal banget ya, padahal waktu saya di Eropa harganya 4 euro dapet 3 scope... Uh... Tapi, ya lumayan enak sih.. Tapi gak seenak gelato...

Setelah makan ice cream mahal yang gak terlalu memuaskan, saya dan Ariawan berangkat ke Museum Affandi naik trans jogja. Boook, ini lama nunggu trans jogjanya.. sampe rada berlumut saya di halte trans jogja itu... Tapi akhirnya kami sampai dan bertemu Dewa disana...


Lukisan-lukisan dan barang-barangnya Affandi


Jujur, saya gak pernah mengerti tentang lukisan, gaya lukisan, aliran lukisan.. Saya gak ngerti, sama sekali... Saya awalnya cuman tertarik sama bentuk bangunannya, karena waktu saya pernah lewatin museum itu.. Saya emang tertarik.. Haha..

Memang saya berdecak kagum saat lihat karya-karya Affandi, tapi ada beberapa lukisan yang saya gak bisa nangkep artinya (maklum bego). Cuman saya, Dewa dan Ariawan sama-sama berteriak: “My eyes! My eyes!” Karena kami harus berpikir akan maksud dari lukisan yang dibuat, belum lagi kadang kami gak ngerti bentuk apa yang digambar itu... Kami sok tahu mengartikan beberapa lukisan dan kami hanya tertawa setelah berdiskusi tentang apa arti lukisan tersebut. Bodoh sekali... Haha


Dewa yang lagi sok mikirin arti lukisan


Setelah dari Museum Affandi, Dewa mengajak kami ke Ambarukmo Plaza.. Karena sudah dekat.. Yang ini saya ngotot untuk jalan saja ke Ambarukmo, karena saya sudah pernah jalan dari Sapphire Square ke Ambarukmo Plaza dan saya rasa itu dekat... Anehnya, Ariawan bilang jauh dong! Aneh banget dia ini... Pokoknya akhirnya kita jalan ke Ambarukmo Plaza...

Nyampe Ambarukmo Plaza, kami Cuma lihat-lihat sedikit dan duduk-duduk di food court, tanpa memesan apapun. Tolong dicatat: TANPA MEMESAN APAPUN. Kami hanya ngobrol-ngobrol, duduk-duduk, ketawa-ketawa... Tanpa memesan apapun.. Aku rasa, muka kami sudah sangat tebal sekali, maklum mahasiswa nekat, mana ada duit buat makan mahal-mahal...

Setelah dari Ambarukmo Plaza, kami memutuskan untuk pergi makan ke tempat yang lebih murah. Saya lupa Ariawan mengajak kami ke daerah mana, pokoknya daerah mahasiswa.. Jadi makanan pun harganya murah-murah... Kami naik bis kota, dan jujur saya gak tau tarifnya... Saya bayar Rp 5.000 ke kenek bis buat saya dan Dewa dan dia gak ngasih kembalian. Terus saya tanya ke Ariawan, “kamu bayar berapa?”, “dua rebu”, jawab Ariawan. Terus saya tanya ke keneknya, “Mas, kok saya gak dapet kembalian? Bukannya dua ribu?”, terus keneknya jawab sambil melengos, “Gak, memang dua setengah”. KENEK SIALAN GAK TAU DIUNTUNG! BUAT MAHASISWA KERE YANG LAGI BEKPEKERAN 1000 itu sangat berarti MAS! Saya sempet kesel dikit, tapi yaudah deh.. itung-itung amal *sombong.

Ternyata, Ariawan mengajak kami ke Spesial Sambal. Tempatnya termasuk kecil, tapi yah yang penting sih mengisi perut kami. Saya ini pecinta sambal, makanya saya rada excited ngeliat tempat makan ini. Saya liat menu sambal yang paling pedas diantara semuanya, disitu tertulis “Sambel Terasi Segar”. Jadi saya tanpa ragu-ragu langsung memesan sambal yang paling pedas.


Sambel yang katanya paling pedes


Setelah semua pesanan kami datang, saya sudah tidak sabar untuk merasakan sambal yang katanya paling pedas! Saya ambil secuil ayam, terus saya cocol ke dalam sambal, saya masukkan ke mulut saya, saya rasakan menggunakan indra perasa saya.... Sekali kunyah, dua kali kunyah, 3 kali kunyah, 4 kali kunyah... HOI PEDESNYA DIMANA HOOOOOOOOOOOOOOOOOOOIIII!!!! Sumpah saya kecewa, tapi yasudahlah daripada gak pake sambal... Jadi saya nikmati aja makanannya...

Setelah selesai makan, ternyata ada yang tidak rela kami cepat-cepat meninggalkan Spesial Sambal. Hujan deras mengguyur kota Jogjakarta. Diantara kami tidak ada yang membawa payung, jadi kami harus menunggu sampai hujan reda. Saya dan Ariawan sudah kebelet boker, Dewa sudah sangat mengantuk... Jadi kami sempat diem-dieman di Spesial Sambal... Semuanya sedang berusaha mengatasi masalahnya masing-masing (lebay), sampai akirnya kita nekat hujan-hujanan sedikit dan akhirnya kami menaiki trans jogja untuk membeli tiket bis pulang.

Kami beli tiket bis Kramat Djati untuk pulang ke Jatinangor. Letak poolnya ada di Pasar Terban, dan sesampainya disana hujan turun lebih deras lagi... Saya dan Ariawan udah gak tahan buat boker, tapi gak ada cara lain untuk pulang. Halte trans jogja lumayan jauh, bis umum gak ada yang lewat pasar terban... Jadi akhirnya kami mengambil satu keputusan: TAKSI. Yak, backpacker mana yang naik taksi!? Tapi yasudahlah, akhirnya kami bertiga sampai penginapan tanpa kehujanan dengan biaya Rp 20.000 sial. Sial sungguh sial, tapi apa mau dikata.

Setelah sampai di penginapan, lagi-lagi kami membersihkan diri dan memutuskan untuk makan malam di Angkringan lagi. Kami agak-agak lelah dan sedikit mempersiapkan diri untuk pulang esok hari.

Bersambung ke Jogjakarta Part V

Monday, April 25, 2011

Senja Kala



by Annisa Utami Seminar


Aku benci senja.
Ya, ya, ya.. Aku tahu apa yang orang-orang katakan tentang senja.
Romantis, indah, membahagiakan, menenangkan, mencengangkan..
Ah, tapi tetap saja, bagiku senja itu menyebalkan.

Senja itu egois.
Ia gagalkan pertemuan antara siang dan malam.
Sebanyak 12 jam, siang habiskan untuk dapat bertemu malam.
Sebanyak 12 jam, malam habiskan untuk menunggu siang datang.
Dan hanya dengan 2-3 menit kemunculan senja, ia buat siang dan malam tidak pernah bisa bertemu.
Egois. Cih.

Senja itu jahat.
Ia tenggelamkan matahari!
Coba kau bayangkan, ia tak sungkan-sungkan menenggelamkan matahari ke dalam hamparan lautan yang luas.
Ia lahap sinarnya. Ia paksa matahari tak berdaya mengeluarkan sinarnya.
Ia hentikan jasa matahari untuk menyinari dunia.
Dasar jahat.

Senja itu kejam.
Bisa-bisanya ia bakar lautan!
Ia bakar lautan yang biru dan tenang. Ia bakar lautan yang damai!
Ia ubah lautan menjadi kubangan darah! Merah!
Dan setelah senja berhasil membakar lautan, Ia tinggalkan lautan menggosong, menghitam...! Gelap!
Tak ada lagi laut biru yang menenangkan.
Sungguh, kejam.

Sudah cukup jelas bukan? Aku benci senja.
Berhenti ucapkan kata-kata romantismu tentang senja.
Berhenti kirimkan surat dengan gambar-gambar senja yang berhasil kau tangkap.
Berhenti ajak aku nikmati pemandangan senja yang kau agung-agungkan.

Aku bukan pecinta senja.
Dan aku tak pernah bisa mencintai seorang pecinta senja.

Tranquility










Saturday, April 23, 2011

Wishlist III




1. I wanna visit Pacitan Beaches, Mount Bromo, and Bali.
2. I wanna be fluent in another language, like Spanish.
3. I wanna be a freelance photographer
4. I wanna make my own portfolio
5. I wanna graduate as soon as possible from my university
6. I wanna have lots of friends
7. I wanna be happy, learn from any mistakes I did and keep move on.
8. I wanna travel outside Java, like Sulawesi or Sumatera.
9. I wanna get a bunch of flowers from someone :">

----------------------------------------------------

It's already 13 wishes, and I still have to find another 9 wishes! Man, finding 22 wishes are not as easy as I thought -__-

Friday, April 22, 2011

Trip Nekat ke Yogyakarta - Part III

Perjalanan kami lanjutkan ke Alun-alun dan Keraton. Perjalanan ini benar-benar kami lanjutkan menggunakan kaki, bukan menggunakan bis, becak, ataupun motor. Kami menggunakan kedua kaki kami...

Tiba-tiba saja saya melihat sebuah hamparan luas yang gersang dan hanya diisi oleh beberapa tukang becak yang sibuk mencari penumpang. Oh ya tukang becak disana, sangat aktif menghampiri para wisatawan, seperti: “Alun-alun, malioboro, keraton, bakpia, 5000 saja”. Seperti itu, bagi kalian semua yang malas naik becak, lebih baik jawab dengan nada halus.. “mboten pak...”, jangan menggunakan intonasi yang tinggi atau membawa bahasa-bahasa daerahmu yang terkenal kasar, seperti: “mboten cok!” (mana mungkin juga ya ada yang begini).

Oke, saya gak akan pernah sadar kalau ternyata hamparan gersang itu adalah Alun-alun kecuali Prada memberi tahu kami. Saya cuman bisa ngomong: “Hah? Ini alun-alun? Gersang gini?”. Dalam otak saya, yang namanya alun-alun itu banyak pedagang kaki lama, terus banyak kursi-kursi supaya para pengunjung bisa berlama-lama duduk dan mengobrol dengan pacar atau teman-teman, atau setidaknya ada kehidupan masyarakat di alun-alun. Namun alun-alun Jogjakarta tidak, saya juga tidak mengerti kenapa. Tapi saya gak kecewa, karena tempat selain alun-alun pun sudah begitu ramai, seperti Malioboro yang sangat ramai.

Perjalanan kami lanjutkan ke Keraton. Tiket masuk ke Keraton adalah seharga Rp 2.000, tapi bagi yang ingin memotret atau membawa kamera harus membayar lagi “tiket memotret” seharga Rp 1.000 dan bagi “tiket merekam” seharga Rp 2.000. Mau jujur lagi sih, Keraton Yogyakarta ini terlihat kurang terawat. Tidak terlalu bersih dan tanahnya dibiarkan gersang dan tidak segar. Hanya saja, entah kenapa saya gak bisa bilang saya gak suka. Saya suka Keraton ini, entah dari segi apa.

Begitu masuk Keraton, kami disuguhi patung-patung yang menggunakan baju-baju adat para penghuni Keraton. Seperti para perwira, dll. Saya lihat ada beberapa baju yang masih kental suasana Belandanya. Cuman saja, patung-patung ini terlihat menyeramkan. Kata teman kami, Prada, patung-patung ini bola matanya dibuat khusus agar terlihat seperti mengikuti kami ketika kami bergerak. Hiii, saya rada serem liatin patung itu terus-terusan.

Selanjutnya, kami disuguhi pahatan atau ukiran tentang Serang Umum Satu Maret. Kata teman kami lagi, Prada, pahatan tersebut ada beberapa yang diubah alur ceritanya pasca Presiden Soeharto. Namun dia sedikit lupa, bagian yang mana. Yang jelas, ada yang diubah.

Setelah itu kami masuk sedikit lebih dalam, dimana kami memasuki ini Keraton Yogyakarta. Tempat ini biasanya digunakan untuk upacara-upacara Keraton dan tidak boleh dimasuki oleh orang-orang umum. Sehingga saat kami sampai disana, ada pagar-pagar yang melarang kami untuk masuk ke dalam bagian tersebut. Jadi kami hanya memutar dan memutuskan untuk keluar dari Keraton Yogyakarta.

Namun, ada cerita menarik yang disampaikan oleh Prada. Konon, Gunung Merapi, Tugu, Keraton Yogyakarta, dan Pantai Parangtritis merupakan satu garis lurus. Katanya sih, orang-orang Yogyakarta menyukai hal-hal yang simetris. Namun pada masa zaman jajahan Belanda, Belanda membangun Stasiun Tugu yang memotong garis lurus tersebut, sehingga kata Prada sih, orang-orang Yogyakarta saat itu tidak terlalu menyetujui adanya Stasiun Tugu.

Oh ya, maaf tidak ada foto. Kalau saya mau jujur, semenjak memasuki daerah alun-alun, saya ngerasa ada yang beda. Entah karena apa, tapi saya merasa enggan untuk foto-foto. Saya ngerasa dimensinya kok kayanya beda daripada Malioboro. Pokoknya saya sungkan, ragu-ragu lah intinya untuk motret. Saya juga gak tau kenapa, biasanya saya gak tahan buat ngambil gambar dimanapun saya berada. Tapi entah kenapa, kali ini... saya ngerasa... suasananya... mistis... Hiiiiiii!

Nah, setelah itu perjalanan kami berhenti karena Prada dan Ariawan harus sholat dzuhur. Saya dan Dewa membeli es dawet disekitar Keraton Yogyakarta, yang ternyata tidak terlalu segar dan saya sedikit kecewa, karena saya sudah kelelahan jalan melulu daritadi, mana panas lagi cuacanya. Tapi ya segelas es dawet yang tidak segar tidak akan meruntuhkan semangat saya untuk jalan lebih jauh ke Tamansari!

Yak, kami jalan kaki ke Tamansari. Awalnya saya pikir Keraton dan Tamansari itu dekat, apalagi ngeliat Prada dan Ari yang sudah mengerti Jogja santai-santai saja mengajak kami jalan kaki. Ternyata, rasanya...... Perjalanan kami membuat kaki saya seakan-akan mau meletus (iya saya tau saya lebay), tapi saya emang gak pernah bener-bener jalan sejauh itu... Tapi ya gimana, saya tetep excited karena saya pengen banget liat Tamansari.

Sesampainya disana, ternyata Tamansari sedang ramai. Mungkin karena hari Sabtu ya, banyak murid-murid SMA yang sedang jalan-jalan di Tamansari. Banyak juga wisatawan dari benua lain berdatangan mengunjungi Tamansari.

Kami memasuki Tamansari dengan tiket seharga Rp 4.000 saja. Ternyata saat kami masuk, kami melihat beberapa anak muda sedang menggambar bersama. Kami nebak-nebak sih, palingan mereka anak ISI yang lagi pada mau ngerjain tugas. Tapi yah itu, hanya kesoktauan kami saja. Gak tau benernya gimana.





Taman Sari


Kolam di Taman Sari


Yang jelas, tamansari ini..... memikat sekali. Kebetulan hari itu, kolam-kolamnya diisi air. Kata Prada, biasanya gak selalu. Wuih, pas liat airnya yang jernih, rasanya saya pengen nyebur saat itu juga. Kayanya segar dan dingin. Lalu kami memutar kolam tersebut, di sisi kiri kolam tersebut, ada kolam kecil lain dan ada sejenis tower dengan tiga lantai saja. Kami naik ke tower tersebut dan duduk-duduk di tower tersebut dengan pemandangan kolam utama. Wih, enak sekali duduk-duduk disana, anginnya terasa sejuk. Kami menghayal ingin memiliki kamar seperti ini. Luas, ada jendela-jendelanya, sejuk, pemandangannya kolam, bahkan si Ariawan berharap masih ada putri-putri yang mandi disana.





Selanjutnya kami pergi ke sisi kanan kolam utama, dimana hanya ada satu bangunan dan itupun tidak ada apa-apa lagi. Kalau ditebak sih, itu tempat ganti bajunya. Setelah itu kami masuk lebih dalam. Ada sebuah taman disana dan kami berfoto-foto disana. Prada dan Ariawan bilang ada bagian tangga memutarnya, tapi mereka gak tahu letak persisnya dimana. Setelah bertanya kesana kemari, akhirnya kami ditunjukkan jalan menuju kesana dan mengikuti sepasang wisatawan dari Jepang dengan tour guidenya yang tampaknya sih bakal kesana juga. Eh setelah kami ikuti, kami memang masuk ke gua-gua begitu, tapi kami gak nemu tangga putarnya! Kita malah keluar dari lokasi Tamansari dan begitu melihat ke belakang, bangunan yang ingin kami datangi ternyata sudah jauh dibelakang. Oh Tuhan.... Kami semua menyerah saking kaki ini udah panas dan kapalan (lebay).

Yak perjalan siang ini selesai. Tapi Dewa ngotot, pengen mengunjungi Galeria. Katanya, semasa dia kecil, kalo ke Yogya dia sering pergi ke Galeria. Jadi dia pengen tau sekarang bentuknya kaya apa. Akhirnya, dengan sedikit bingung atas motivasinya ke Galeria yang hanyalah sebuah mall kecil, kami tetap menemani Dewa kesana. Kali ini, kami menggunakan Trans Jogja, bukan menggunakan kaki lagi.

Di Galeria, kami hanya duduk di KFC sambil bercerita tentang banyak hal. Dan setelah selesai makan, kami melanjutkan perjalanan kami untuk pulang ke penginapan. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak, membersihkan diri alias mandi, dan kembali keluar pada malam hari.

Sesampainya di penginapan, kami mandi dan tertidur di atas tidur yang tidak empuk dan tidak pula keras. Sampai akhirnya tiba-tiba Dewa membangunkanku, “Yie, yie.. mau makan jam berapa?”, aku langsung beranjak dari tempat tidur, mengecek jam di telepon genggamku.. loh ternyata sudah jam setengah 8! Pantas perutku sudah krucuk-krucuk minta diisi makanan. Eh tapi setelah aku lihat Dewa lagi, dia kembali tertidur dengan mulut sedikit menganga dan terlihat sangat asyik dalam alam tidurnya. Ya, macam mana pula diaaa.... Padahal dia yang tadi minta makan malam, eh taunya dia malah tidur.


Jogjakarta di malam hari


Pernak-pernik di Malioboro


Akhirnya, kami melihat kehidupan malam Jogja! Kami rencanya mau makan di angkringan, Ariawan yang sudah sangat mengerti Jogja mengajak kami jalan saja, awalnya saya udah mau marah-marah, bilang-bilang deket taunya kaya tadi siang! Beribu-ribu kilometer jauhnya! (Lebay). Eh ternyata angkringannya memang deket.

Wih ternyata ruameeeeeeeeeeeeee, kata Ariawan jam 3 pagi angkringannya baru sepi. Angkringan ini modelnya kayanya pedangan kaki lima. Tapi nasi, gorengan, sate-satean, dijajarin dan kita ambil sendiri. Tapi jangan lupa ngambil apa aja, karena bayarnya kalo udah beres makan. Jujur, saya cintaaaaaa sekali sama suasana malam itu di angkringan. Sangat bersahabat, sangat membumi, sangat akrab... Jogja seperti sedang memeluk penduduknya, untuk saling mengenal, saling mengisi, saling tertawa... Ah, aku jatuh cinta sama Jogja.


Makananku di Angkringan


Malam itu saya makan nasi 1 bungkus, gorengan 2, dan satu tusuk sate telur puyuh. Minumnya, aku pesan 2: teh manis hangat dan tape hangat! Enaaak dan nikmaaaaat sekali. Oh ya kalo Ariawan, dia porsi makannya banyak! Dia makan nasi 2 bungkus, gorengan 2, sate telur puyuhnya gak tau berapa. Kalau Dewa, dia gak jauh beda dari aku, tapi dia mesen KOPI JOSS! Awalnya aku penasaran, apa sih bedanya kopi joss sama kopi biasa pada umumnya? Ternyata eh ternyata, ARANG PANAS dimasukkin ke kopi hitam! Hiiiiiiiiiiiiiiii... Aku gak ngebayangin, masa aku minum arang! Hikkkk... Sereeem, panas pulaaaak... Tapi kata Dewa sih rasa arangnya gak ada tuh.. Ya rasa kopi aja. Iya deh percaya aja... Toh saya gak terlalu suka kopi hitam. Bagi kalian yang suka kehidupan di malam hari, please, dateng ke Angkringan ini... Saya yakin kalian bakal jatuh cinta sama Jogja...


Tuju Jogja di malam hari


Kami pergi dari Angkringan sekitar jam 11an, dan berjalan menuju monumen tugu. Awalnya sih pengen foto disana dan lagi-lagi Ariawan dan Prada bilang dekat menuju kesana, eh ternyata jauhnya lumayan.. Hadeuh, kakiku yang sabar yaaaa... Nyampe tugu, eh tak pikir rada aman buat foto disana, taunya gak... Langsung jalan begitu, dan kebetulan aku gak bawa lensa wide, lagi make lensa fix 50mm pula... Gak bisa lah aku foto di tugunya kecuali mau ketabrak mobil.. Mana itu di perempatan... Bisa mati aku ditubruk mobil...

Eh tapi, ada hal baru yang aku tau.. Di Jogja itu banyak sekali geng motor dan sepeda... Jangan bayangkan geng motornya orang Bandung, karena geng motornya Jogja gak seperti itu... Mereka palingan ngumpul dimana, touring, atau konvoi bareng kemana gitu... Dan rameeeeeeeeeeeeeeee, sekali sepanjang perjalanan malam saya di Jogja, saya banyak banget lihat kumpulan pemotor dan pesepeda di jalanan. Jogja terlihat begitu menyenangkan...

Lalu setelah batal foto-foto di Tugu, kami berjalan menuju Kali Code. Saya pikir kalinya kaya apa gitu, eh taunya biasa aja ding. Kaya kali-kali pada umumnya, cuman emang kemarena ada endapan pasir-pasir dari Gunung Merapi... Gitu, yah tapi sekitar Kali Code itu memang banyak anak muda kumpul-kumpul.. Sekedar duduk-duduk dan ngobrol-ngobrol sama teman-teman... Ah, sekali lagi.. Saya jatuh cinta sama Jogja...

Setelah dari Kali Code, Prada mengajak kita duduk-duduk di tempat makan Raminten. Saya sudah pernah dengar tentang Raminten, berkali-kali, tapi belum pernah sempat kesana. Eh ternyata saat sampai sana, RUAMEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE. Waiting Listnya puanjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang banget, udah kaya antri nonton 2PM pas konser Suede kemaren (lebay). Intinya, kami malas, toh kita juga gak mau makan banyak-banyak, cuma mau cari tempat duduk aja buat ngobrol... Akhirnya kami gak jadi kemana-mana... Kami memutuskan untuk langsung pulang ke penginapan... Dan kalian tahu apa? Saya jalan lagi... Yeah, betisku bengkak!

Sesampainya di penginapan, kami rapih-rapih dan akhirnya tertidur lelap karena kaki saya sudah teriak-teriak minta diistirahatkan.

Sebelum tidur, saya tak berhentinya berucap: Terima Kasih Tuhan, hari ini menyenangkan! Bersama teman-teman terbaik, menikmati ini semua... Terima Kasih Tuhan, terima kasih!

Bersambung ke Jogjakarta Part IV

Thursday, April 14, 2011

Trip Nekat ke Yogyakarta - Part II

*sambungan dari postingan: Trip Nekat ke Yogyakarta - Part I*

Sabtu, 2 April 2010

Jogja pagi ini tidak terlalu cerah, tanahnya sedikit becek mungkin akibat hujan tadi malam. Namun, semangat saya tetap cerah. Kami berjalan dari Lempuyangan ke... saya gak tau, karena Ariawan dulunya orang Jogja, saya serahkan saja ke dia. Kami naik bis kota, sampai ke Malioboro. Dan langsung mencari penginapan.

Lagi-lagi karena Ariawan sudah pernah mbekpekeran di Jogja, saya percaya aja sama penginapan pilihan dia. Kita datangilah Hotel Pantes di Jln. Sosrokusuman, sang resepsionis langsung menawarkan kamar dengan 3 tempat tidur dan kamar mandi dalam, tanpa AC dan TV dengan harga Rp 110.000. Kami rada keberatan, dan kami pengennya dapet kamar mandi dalam (catatan saya dan Dewa, karena urusan wanita, kami ngotot pengen kamar mandi dalam). Setelah mencari ke tempat-tempat lain, tidak ada yang sreg dan akhirnya kami kembali ke Hotel Pantes, dan sepakat menyewa kamar tersebut.

Masuk-masuk kamar, kami sudah kelelahan dan pegal-pegal sekujur tubuh. Kami langsung tiduran di kasur. Dan aaah, berasa sedang di surga (kaya pernah aja) rasanya saya pengen diem dulu di atas tempat tidur sampe badan rasanya gak pegal-pegal lagi, selamanya......................... Rasanya, tidur diatas tempat tidur ini seperti sedang meminum jus jeruk dingin dengan rasa kecut-kecut manisnya di tengah gurun panas........ EIT! Tapi tunggu dulu, saya sedang ada di Jogja! Saya dan teman-teman ingin bersenang-senang! Bukan merasakan enaknya tidur di tempat tidur di sebuah Hotel Melati bernama Hotel Pantes di jln. Sosrokosuman, Malioboro, Yogyakarta. Bukan, bukan itu bukan tujuan kami.

Maka kami langsung membersihkan diri di kamar mandi yang lumayan besar dan sepakat untuk berangkat jam 10 pagi untuk berwisata. Rute kami hari itu adalah Benteng Vredenburg, Keraton, dan Tamansari.

Oh ya, tiba-tiba saja teman kami dari HI UGM, Prada, datang ke Hotel dan membawakan sarapan: Gudeg asli Jogja! Yummy, dengan perut kelaparan tentu saja kami langsung melahap gudeg tersebut. Hap hap hap seperti orang yang belum pernah makan selama 21 tahun.

Akhirnya jam 10 datang juga dan kami pun berangkat!!!!!!!

Kamera sudah saya jinjing dan saya siapkan untuk bertempur hari ini!


Pintu Masuk Benteng Vredeburg


Pertama, kami sampai di Benteng Vredeburg dengan tiket masuk seharga Rp 4000 saja. Sebenernya saya kurang tau ini benteng buat apa, ceritanya kaya apa, tapi yang jelas saya lebih banyak motret dibanding ngedengerin cerita temen saya tentang Benteng ini. Tempatnya memang menyenangkan. Begitu masuk di sisi kiri dan kanan ada bangunan tua dengan pintu-pintu dan jendela-jendela yang sangat terlihat nuansa jaman dulu. Dan di depan kami ada patung Soekarno dan Bung Hatta serta tanaman-tanaman hijau, dan kursi-kursi yang diatasnya sengaja ditaruh tanaman merambat. Kondisi taman kecil itu terlihat sejuk dan menyegarkan, karena tanaman-tanamannya terlihat begitu segar dan hijau.


Pemandangan di dalam Benteng Vredeburg


Kami menyusuri taman kecil itu dan memasuki beberapa pintu-pintu yang ada di benteng Vredeburg. Untungnya, hari itu sangat cerah. Langit Jogja sedang biru-birunya dan awannya pun indah. Pemandangan itu pun tidak kami lewatkan, kami langsung berfoto-foto dengan liarnya dengan latar belakang langit biru dan awan putih. Lihat, kami begitu ceria kan?


Langit biru yang indah


Gak boleh lupa foto dengan latar belakang langit!


Setelah itu kami menyusuri sisi kanan benteng vredeburg. Ada hamparan hijau luas dan beberapa pohon disana, namun tidak begitu banyak kursi. Sehingga kami hanya menyusuri rerumputan tersebut dan keluar dari benteng Vredenburg. Eh tapi sebelum keluar dari Vredeburg, TERNYATA LANGIT MEMBERIKAN PELANGIIII!!! SAYA SENAAAANG SEKALIIII!!! Tuhan baik sekali, disaat saya sedang berbahagia dengan teman-teman saya melancong ke provinsi lain, dengan modal nekat, TUHAN MASIH MEMPERLIHATKAN PELANGI!! Padahal hari itu tidak ada hujan turun... Terima kasih Tuhaaaan.. Aku bahagiaaaa!!!


Pelangi di Langit Jogjakarta


Bersambung ke Jogjakarta Part III

Wishlist II

I come up with my next wishes baby!

I WANT THIS WIDE LENS 10-20 MM SIGMA FOR CANON!
I already have three lenses: the kit one (18-55 mm), tele (55-250 mm), and fix lens (50 mm f 1.8). And somehow, I don't really satisfy with my 18-55 mm for capturing landscape photos.. So I think 10-20 mm will be a good lens for landscape! And oh, it's expensive :| Hope I can get it!

I WANT EXIMUS LOMO!! OMG THIS IS SO CUTE!!!!!!!!
I used to have a fisheye lomo camera, but somehow I sold it because that time I need money to buy something really important. And you know, I kinda disappointed with fisheye, since the effect I got was only those round pictures. So I sell it to someone. And now, after looking the shot from eximus, I was like... ahhh, falling in love with it! I want it!!!

Ok, so i already have three wishes! And hopefully in the next day I already find another wishes for my new age!

Good day for you all!!!!

Monday, April 11, 2011

Shock

Halo Bloggers, hari ini... agak sedikit melelahkan buat saya... Bukan, bukan agak... Tapi sesuatu hal benar-benar membuat saya shock.

Jadi ceritanya hari ini saya pulang dari Bogor ke Jatinangor untuk kembali pada aktifitas saya sebagai mahasiswa disana. Saya menaiki bis Bogor-Bandung, dan turun di Leuwi Panjang. Dari Leuwi Panjang ke Jatinangor, hanya ada satu bis yang ada.. Yaitu DAMRI. Saya menaiki DAMRI dengan perasaan seperti biasanya. Tanpa ada rasa was-was sama sekali. Barang bawaan saya memang terlihat banyak, namun di DAMRI saya tidak mengeluarkan barang apapun. Bahkan handphone dan dompet sekalipun.

Ketika saya sudah hampir sampai, saya sengaja pindah tempat duduk ke dekat Bapak Supir. Saya duduk dengan tas backpack yang saya gendong seperti biasanya. Selanjutnya ada beberapa orang yang juga ikutan duduk di depan, belakang dan samping saya... Nampaknya mereka juga akan turun.

Namun ketika saya turun dari DAMRI, mereka seperti sengaja membuat saya sulit untuk turun. Sampai saya berteriak ke orang di depan saya: "Permisi, SAYA MAU LEWAT!", sampai akhirnya saya bisa turun. Dan ketika saya sudah turun, saya merasa tas saya lebih ringan dan sepertinya tas saya terbuka... Saya langsung cek tas saya, memang benar terbuka.. Tapi saya cek sedikit, tidak ada yang hilang... Dan ketika saya mau tutup tas saya, saya baru sadar... Laptop saya sudah tidak ada... Spontan saya langsung lari sekuat tenaga dan berteriak supaya DAMRI tersebut berhenti. Saya teriak begitu kencang sampai rasanya tenggorokan terasa sakit dan saya lari sekuat mungkin yang saya bisa....... Saya lihat seorang laki-laki berdiri di ambang pintu DAMRI memperhatikan saya lari dan berteriak, tanpa menyuruh supir DAMRINYA berhenti!!!! Saya yakin dia salah satu orang yang mengambil laptop saya! Sampai akhirnya supir DAMRI mendengar suara saya, dan DAMRI tersebut berhenti...

Saya langsung teriak-teriak seperti orang kesetanan...
"MANA? MANA LAPTOP SAYA!!! MANAAAAAAAA?"
Dan laki-laki yang sedari tadi berdiri diambang pintu meminta kepada temannya, sambil berkata: "Ketinggalan ya neng laptopnya? Ketinggalan ya neng?"
Saya tidak menjawab apapun, saya langsung memeluk laptop saya dan DAMRI tersebut jalan lagi meninggalkan saya yang.... speechless....

Saya langsung memasukkan laptop saya ke tas saya dan kembali menggendong tas saya. Tapi saya terlalu lemas, kaki dan tangan saya gemetaran dan seketika saya jatuh berlutut di trotoar... Saya diam, ketakutan...

Sebisa mungkin saya meraih handphone saya dan mencoba menelpon siapa saja yang bisa menemani saya saat itu juga... Saya telfon beberapa teman ada yang tidak sambung dan ada yang tidak mengangkat, akhirnya saya menelpon Ibu. Dan saya berusaha menyebrang jalan karena saat itu sedang hujan. Menyebrang pun rasanya begitu sulit, saya masih shock...

Sampai mama mengangkat telpon, saya cuma nangis... Gak bisa ngomong apapun... Saya benar-benar hanya menangis.... Sampai akhirnya salah satu teman dekat saya, Fahmi lewat... Subhanallah sekali, Alhamdulillah sekali Fahmi ada disana... Dia langsung menghampiri saya dan mencoba menenangkan saya... Karena Fahmi-lah saya kuat berjalan sampai kosan.. Entahlah, saya masih shock...

Sesampainya dikosan, saya cek semua barang-barang saya dan Alhamdulillah tidak ada yang hilang satu pun... Terima kasih Tuhan... Tapi saya lemes, beneran lemes... Masih shock mungkin...

Saya menelpon Ibu berkali-kali karena merasa tidak aman berada di kamar sendirian. Ibu menyuruh saya untuk keluar bertemu teman-teman supaya bisa lebih relax, saya pun menuruti perkataan Ibu. Tetapi begitu saya keluar dari gerbang kosan, saya ketakutan. Saya gak sanggup jalan sendirian. Saya langsung nelpon teman saya minta dijemput di depan kosan... Saya parno, saya panik kalau tau ada yang tiba-tiba jalan dibelakang saya... Saya terbayang muka-muka pencuri laptop itu... Saya takut... Saat meninggalkan kosan pun, saya seperti orang kebingungan, berkali-kali memeriksa jendela dan pintu, apakah sudah saya kunci? Apakah sudah saya tutup dengan benar? Entahlah, saya shock....

Buat teman-teman semua, please jangan seperti saya. Saya kurang awas, saya kurang perhatian sama barang saya sendiri. Apabila menaiki kendaraan umum, sebisa mungkin tidak usah keluarkan apapun yang sekiranya menarik perhatian... Pun teman-teman menaiki bis eksekutif sekalipun, tetap jaga barang-barang kalian... Saya gak mau teman-teman ngerasain hal yang sama dengan saya, sumpah... rasanya... hmpp... gak tau lagi harus digambarin kaya gimana... :(

Sunday, April 10, 2011

Picnic&Wishlist I

So, this afternoon I went to Botanical Garden (again and again) with Rima! Rima ask me to taught her about photography and since I miss taking pictures so much, I accepted her will and we went out to Botanical Garden. Because I thought, there are so many things could be explored in Botanical Garden. There are lots of flowers, trees, butterflies and frogs (if you are lucky), and so on...

These are some pictures I took:

First, we stroll around Botanical Garden.. Took some random pictures...








After that, we felt tired and wow it's already 3 o'clock!




We laid down on these fresh grass, we ate muffins, we shared laugh....




P.S. All pictures taken by me and no photoshop effect applied in these pictures.

--------------------------------------------------------------------------------

Ok, so I will start my wishlist! Just to make it clear, my wishlist is not wishes that I wanna get in my birthday, but something I wanna get in my 22 age. So, I will try to achieve every wishes I made in my 22! OK!

And I finally found my first wish when I was hanging around with Rima.

I WANNA HAVE A HEALTHY LIFE! It means I should:
1. Sleep 8 hours/day. Wake up in a morning and not overslept.
2. Drink 8 glass of mineral water/day. Less soda and less sugar!

em... what else? I don't know I guess it's enough.

Well then, wish me luck.. And hope I could find my next wish real soon :D

Saturday, April 09, 2011

Countdown




So it's a countdown to my birthday! Yes, on May 8th, i will turn to 22! Omg, I'm that old? I feel like I'm not really fit in with that age. You know, I still feel like a childish one, an unmature one.. And somehow, realizing that I'm almost 22... Well, I have to be mature... There's a lot of responsibilties coming from time to time... Hm, well... Ok, I will stop whining anyway.

So, because I feel 22 is kinda that old... I will make a wishlist! I've never been make any wishlist in my life. You know, I just let every birthday naturally without hoping specific things. Well, right now I want make one! I will make 22 wishes, and I will post it one by one in this blog. Hope I will find that 22 wishes in last 30 days :D

See ya and have a nice day!

Thursday, April 07, 2011

Hurt



captured and edited by me


Kenyataan yang paling menyakitkan adalah:
Luka yang telah susah payah diobati, kembali menganga lebar dan memberikan rasa perih karena alasan yang sama.

Tuesday, April 05, 2011

Trip Nekat ke Yogyakarta - Part I

Diawali dari obrolan tengah malam di salah satu cafe hips di Jatinangor, Dewa tiba-tiba nyeletuk: “Eh, ke Jogja yuk!”

Entah apa yang dipikirkan Dewa saat itu, tetapi saat pertanyaan itu terlontar, saya cuma bisa noleh ke orang disamping saya, Ariawan dan menjawab: “Hayuk!”.

Kami tidak terlalu banyak memikirkan apa-apa malam itu. Yang jelas pembicaraan itu terjadi pada Rabu malam dan Dewa jelas-jelas ingin berangkat Jum’at malam. Saya dan Ariawan angka ikut, karena kami memang bersedia untuk pergi.


Ki-ka: INILAH TIM JOGJA NEKAT --> Ariawan, Dewa, dan Saya. Yang bulat cuma saya dan Dewa, yang pipih-pipih itu bagiannya Ariawan :p


Kesepakatan kami malam itu, kami akan naik kereta ekonomi dan mencari penginapan disana. Ariawan dipanasi oleh dua cewek mengintimidasi dengan menyewa 1 kamar saja untuk kami bertiga, karena awalnya dia ingin sewa kamar berbeda dengan kami. Namun demi mengurangi pengeluaran, kami memaksa Ariawan untuk menyewa satu kamar saja. Dan, ya, dia nurut!

Saat hari Jum’at datang, kami sibuk mengobrol dalam pesan singkat via telepon genggam. Isinya tidak jauh dari, “Heh, mau berangkat jam berapa? Jangan bilang gak jadi berangkat”. Yak, kami bertiga tidak ada yang tidak antusias untuk berangkat ke Jogja. Saya, sebelum ada kepastian mau berangkat jam berapa sudah terlebih dahulu mengemas barang-barang yang akan saya bawa ke Jogja, bahkan kamera sudah saya siapkan dengan mengisi baterainya terlebih dahulu, membersihkan kamera dan tentu saja membawa aksesoris-aksesorisnya. Saya sangat semangat untuk berangkat!

Sekitar jam 3 sore, kami belum juga menentukan untuk berangkat jam berapa. Kami memutuskan untuk bertemu di Griya untuk membeli camilan-camilan dan membicarakan keberangkatan kami. Di Griya, kami berunding: “Eh siapa yang bawa sabun?”, “Gw bawa kok botol sampo”, “odol juga gw bawa kok”, “yaudah kalo gitu gw gak usah bawa sampo”, “eh kalian bawa baju berapa?”, “pake sendal apa sepatu?”. Pertanyaan-pertanyaan biasa, namun hal terpenting yang seharusnya kita bicarakan tidak kunjung kita bicarakan.

Sampai akhirnya setelah beres berbelanja di Griya (padahal hanya membeli roti-rotian dan Aqua Botol Besar), barulah pertanyaan penting tersebut dilontarkan: “Jadi, kita mau berangkat jam berapa?”. Akhirnya kami sepakat, sesampainya dikosan masing-masing dan selesai bersiap-siap, semuanya harus langsung berangkat tanpa tedeng aling-aling. Langsung capcus! Gak pake yang lain dulu.

Dan akhirnya jam 5 sore kami sudah ada di Bis ekonomi Tasik-Jakarta yang melintasi Padalarang. Kami akan menaiki kereta ekonomi dari stasiun Padalarang yang katanya sih berangkat jam 8, dan karena ini kereta ekonomi, kami harus berangkat lebih awal supaya dapet kursi. Karena kalo kereta ekonomi sih katanya sistem beli tiketnya siapa cepat dia dapat, kalo kursi udah habis ya terpaksa ngampar di lantai kereta. Makanya, kami berangkat lebih cepat.

Satu hal yang membuat saya sangat senang dengan keberangkatan kami sore itu, langit Cileunyi sangat-sangat indah. Matahari senja tertutup kumpulan-kumpulan awan dan membuat langit berwarna oranye, kuning, abu-abu, biru, pink, bahkan ungu! Saya yakin, senja itu sengaja dikirim Tuhan untuk mengiringi keberangkatan kami ke Jogja. Sepanjang perjalanan ke Padalarang, saya terus menikmati langit senja itu sampai akhirnya saya ketiduran di dalam bis tersebut...

Singkat cerita, untuk menuju stasiun kami menaiki angkot satu kali saja dan langsung sampai di depan Stasiun Padalarang.

Kami pergi ke loket dan ternyata, eng ing eng, tiket duduk kereta Padalarang-Madiun yang bernama Kahuripan sudah HABIS! Yak sudah habis sodara-sodara! Kandas sudah keinginan kita untuk mengambil tempat duduk terlebih dahulu... Akhirnya, kami tetap beli tiket dan yasudahlah ngampar di lantai pun jadi. Dengan tiket Padalarang-Yogyakarta seharga Rp 29.000 di tangan, kami dengan percaya dirinya masuk ke dalam kereta ekonomi Kahuripan.

Menurut saya, inilah bagian paling seru dalam perjalanan kami.

Ketika kami memasuki si gagah Kahuripan belum begitu banyak penumpang yang duduk. Sehingga kami menentukan untuk duduk di kursi terlebih dahulu, apabila empunya kursi sudah datang barulah kami akan pindah duduk di lantai. Baru saja kami duduk kurang lebih 3 menit, ternyata abang-abang penjual minuman berkata: “Duduk dimana memangnya?”, lalu Ariawan, satu-satunya lelaki dalam rombongan nekat ke Jogja ini menjawab: “Kami dapetnya tiket yang gak duduk”, dan abang-abang penjual minuman itu berkata: “Gerbong ini sudah dibeli borongan oleh orang-orang yang ke Madiun, ada 2 gerbong mungkin yang sudah dibeli untuk rombongan Madiun itu.. Lebih baik duduk di restorasi saja..”. Kami akhirnya mencoba untuk pergi ke restorasi. Ariawan, yang sudah lebih mengerti berkata restorasi adalah gerbong restoran, namun untuk duduk disana harus bayar lebih lagi, sekitar Rp 10.000-Rp 20.000. Eh belum juga kami sampai ke restorasi, ada abang-abang penjual minuman yang lain berkata: “Mau ke restorasi? Udah penuh. Lebih baik ke gerbong paling belakang yang gelap itu. Itu gerbong barang, nanti selepas Kiara Condong masuk saja ke situ. Jangan duduk di lantai gerbong duduk, ramai sekali”. Akhirnya kami kembali lagi ke gerbong belakang.

Lagi-lagi Ariawan, satu-satunya kuda hitam dalam rombongan nekat Jogja ini menentukan untuk melihat terlebih dahulu kondisi gerbong barang yang sangat gelap itu. Setelah melihat gerbong tersebut, Ariawan berkata: “Yah, memang lebih enak duduk disitu. Gak ada tempat duduk sama sekali. Luas lah buat kita ngampar..”. Yak dan akhirnya kita tentukan untuk langsung masuk ke gerbong barang.

Penumpang-penumpang lain pun akhirnya banyak yang ikut masuk ke gerbong barang itu. Kalau saya boleh jujur, gerbong barang itu banyak sampah. Bau lembab, bahkan saya yakin ada sedikit-sedikit bau pesing tercampur disitu. Tapi yasudahlah, sudah sampai sana mau apalagi. Kami cari penjual koran, untuk menjadi alas duduk kami di dalam gerbong barang nan busuk itu. Yah, penekanan busuk ini cuma penggambaran aja kok, aslinya sih ya itu bau sampah dan lembab aja yang saling melengkapi satu sama lain.

Duduklah kami dengan santainya di gerbong barang itu. Sampai petugas kereta tiba-tiba datang: “Maaf ya Pak, Bu, tidak boleh ada yang duduk di gerbong barang. Nanti akan ada pemeriksaan dan tidak boleh ada yang duduk disini. Ini bukan gerbong duduk, tapi gerbong barang!”. Dan lagi-lagi Ariawan bertanya: “Tapi nanti setelah pemeriksaan kami boleh duduk disini lagi Pak?”, dan Bapak itu menjawab......................... EH SAYA LUPA LOH! Hahaha, intinya, selepas Kiara Condong kami boleh masuk lagi ke dalam gerbong barang itu. Yang penting tidak boleh ketahuan aja sama tim pemeriksa itu.

Okelah, akhirnya kami keluar lagi dari gerbong barang dan berdiri di penghubungung gerbong. Kami mengobrol dengan bapak-bapak dengan rambut potongan tentara yang juga ingin duduk di gerbong barang. Obrolan yang terjadi sih klise: “Mau kemana nih adek-adek?”, intinya kami tahu dia mau ke Madiun, pemberhentian paling terakhir dari kereta Kahuripan ini. Intinya, bapak-bapak yang kemungkinan tentara ini berkata bahwa selepas Kiara Condong kita bisa duduk lagi di dalam gerbong barang itu. Ya, percaya ajalah kami. Toh kami juga gak mau berdiri atau duduk di lantai gerbong duduk, karena sempit.

Eh belum sampai Kiara Condong, ternyata penumpang-penumpang sudah banyak yang bernafsu masuk ke gerbong barang. Karena kami gak mau kehilangan tempat untuk ngampar, kami pun ikut masuk ke dalam gerbong barang. Kami duduk lagi dengan manis, koran sebagai alas, dan kami yang kelaparan pun menikmati roti yang tadi sore sudah kami beli di Griya.

Selama perjalanan kereta ke Kiara Condong, kami tidak terlalu banyak bicara. Mungkin karena gelap, dan kami tidak duduk berhadapan tapi berjejeran. Jadi sulit untuk melihat muka satu sama lain. Sampai tiba-tiba, petugas kereta itu masuk lagi... “Nanti di stasiun Bandung dan Kiara Condong, jangan ada yang bicara ya! Diam dan duduk saja”. Terus ada ibu-ibu kecil menyusul dibelakangnya sambil membawa senter yang kecil pula, “Iya, kalau bisa jangan menggunakan hp ya. Sinarnya nanti kelihatan dari luar”. Dalam otak saya, sumpah.. Saya seperti imigran gelap.. Saya juga melihat orang-orang disekitar saya dan kami seperti korban-korban people smuggling. Haha, saya cuma bisa ketawa dan tiba-tiba Dewa nyeletuk: “Gila, seru banget yah kita malam ini”. Iyap, saya cuma bisa setuju sama Dewa, ini memang seru.

Dari stasiun ke stasiun, gerbong barang ini semakin penuh. Sampai akhirnya di Kiara Condong, ehhh ada petugas lain yang masuk ke dalam gerbong kami. Ia berteriak: “Pak, Bu ini bukan gerbong penumpang. Ini gerbong barang. Semuanya pindah dari gerbong ini, kalau tidak kereta tidak akan berangkat! Ayo ayo cepat pindah!”. Kami bertiga hanya bisa liat-liatan sambil berdiri dan merapihkan alas duduk kami, tapi kami memilih untuk tidak cepat-cepat keluar. Kami diam dibelakang, karena kami tidak ingin pindah. Petugas itu berteriak melihat kerumunan orang yang ingin keluar dari gerbong barang dan tidak bergerak-gerak, sampai akhirnya dia yang membuka jalan tersebut... Eh ternyata, kereta sudah bergerak! Hahaha, seluruh penunggu gerbong barang yang telah berdiri langsung duduk mengambil tempat dan tertawa penuh kepuasan karena kata siapa kereta tidak akan berangkat dengan adanya kami di gerbong barang? Akhirnya kami kembali duduk dengan manis di gerbong barang, menikmati kegelapan dan perjalanan kami ke Jogja akhirnya dimulai.

Selama perjalanan, kami hanya tertidur. Tidak terlalu banyak mengobrol. Yang jelas, gerbong barang semakin penuh. Awalnya, saya bisa selonjoran. Lama-lama kaki saya ditekuk, bahkan akhirnya duduk sila. Karena banyak sekali orang yang masuk ke dalam gerbong barang ini. Duduk pun sudah tidak bisa terasa nyaman. Saya berkali-kali menggeser pantat supaya mendapatkan posisi wuenak, tapi sama saja. Namanya duduk di bawah dan sempit-sempitan, mau ngarep apa sih. Akhirnya, saya tetap dalam posisi bersila. Dan berusaha untuk tidur.

TAPI ITU BULLSHIT! Saya gak bisa tidur. Kalaupun terlelap, itu hanya untuk 3 atau 5 menit, dan terbangun kembali. Ada beberapa orang yang dalam kesempitan dan kegelapan seperti ini pun memaksa untuk bisa berada dalam posisi tidur. Yah, nampaknya mereka bisa tidur. Saya akhirnya sibuk memainkan telepon genggam dan mendengarkan alunan musik dari mp3 player saya. Entah sampai jam berapa, dan saat saya cek GPS saya, saya masih ada di Garut! MEEEEEEEEEEEEEEEEEEN, baru sampai Garut? Oh tidak!

Singkat cerita, subuh menjelang dan beberapa penumpang sudah mulai turun. Gerbong barang menjadi sedikit lapang dan kaki bisa saya selonjorkan lagi. Dengan badan lepek dan mulut bau, kami mulai mengobrol lagi. Obrolan biasa dalam situasi tersebut: “Gila, punggung gw pegel banget...”, “Eh, bisa tidur gak lu?”. Seperti itu lah. Subuh menjelang, dan bapak-bapak seperti tentara (masih ingat kan?) berkata, ”bentar lagi kalian sampe”. Iya memang, menurut perhitungan kami sampai Jogja jam 6 pagi.

Begitu langit sudah sedikit terang, saya memutuskan berdiri saking sudah pegelnya duduk. Saya menatap keluar jendela, sawah hijau yang luas terhampar di depan penglihatan saya. Sayang langit pagi itu sedikit mendung, padahal saya berharap bisa melihat matahari terbit dari kereta ekonomi. Pasti akan sangat menyenangkan.

Akhirnya kami sampai di Stasiun Lempuyangan. Begitu turun, saya langsung memeluk Dewa. Entah kenapa, mungkin bahagia akhirnya bisa sampai di Jogja dengan selamat dan tanpa kurang satu apapun. Tadinya mau meluk Ariawan juga, tapi entar takutnya si Ariawan gak mau lepas pelukan saya saking empuknya saya (kebanyakan lemak), jadi saya urungkan niat saya buat meluk Ariawan.

Dan saya dalam hati berseru: “Here we come, Jogja!”. Yeah! Petualanganku di Jogja akan dimulai!

PS: Maaf tidak ada foto dalam postingan ini, karena saya sudah rebek untuk mengeluarkan kamera ditengah keruwetan yang saya alami. Haha. Mudah-mudahan gak pada bosen bacanya.

--------------------------------------------------------------------------------
Jogjakarta Part II
Jogjakarta Part III
Jogjakarta Part IV
Jogjakarta Part V

Friday, April 01, 2011

Mommy

Sesuai janji saya, saya akan menceritakan tentang Mama saya.

Em.... Saya bingung harus mulai darimana. Karena terlalu banyak momen-momen yang ingin saya ceritakan kepada semuanya tentang Mama.




Perkenalkan Mamaku: Ir. Meitrisia Suman, M.Pd


Mama adalah perempuan aktif dan penuh talenta. Mamaku fasih berbahasa Inggris, walau dahulu kuliahnya di Perikanan IPB. Mama tumbuh di Jakarta dan di Depok, yang membuat logat berbicaranya rada-rada kebetawian. Kalau lagi ngomong “gue-elo” kayanya medok banget sampe orang percaya deh kalo Mamaku kenal banget sama Betawi. Padahal aslinya, mamaku ada darah Padang dan Jawa.

Mamaku itu senang belajar hal baru. Beliau suka mengedit foto. Percaya gak percaya, mamaku gape banget pake Adobe Photoshop. Beliau belajar sendiri loh! Kadang-kadang sih mama nanya ke aku, tapi overall keahliannya menggunakan Adobe Photoshop adalah usahanya sendiri.

Mamaku seneeeeeeeeeeeeeeeeeeeng banget internetan. Mamaku pokoknya seneng browsing.

Oh ya, waktu aku dan kakakku lagi gandrung-gandrungnya sama musik-musik dan film-film dari Jepang. Mamaku ikut ketularan. Bahkan Mamaku lebih hapal lirik-lirik lagunya L’Arc~en~ciel dibanding aku dan kakakku. Yang lebih hebatnya, mamaku belajar Bahasa Jepang! Sekarang mamaku sedikit banyak ngerti Bahasa Jepang. Dan mamaku itu gak pake les, belajar dari buku-buku dan nonton anime. Hebat bukan?

Mamaku juga suka fotografi. Mamaku sering banget nanya-nanya tentang ilmu-ilmu fotografi. Sekarang kalau mamaku jalan-jalan, mama tidak pernah lupa sama kameranya. Aku aja kalah sama mama, Mama selalu bawa kameranya kalau lagi jalan-jalan. Bahkan jauh lebih narsis, hehe.




Mamaku lagi belajar motret


Oh ya, mamaku itu rajin banget mengerjakan TTS. Tapi bukan TTS yang gambar depannya cewe-cewe pake baju renang. Tapi crosswords online berbahasa Inggris. Mamaku rajin tiap hari nyari crosswords, terus beliau isi sampe jawabannya dapet semua. Kata mama, otaknya perlu diasah, kalau gak main crosswords rasanya otaknya lemah.

Sekarang, mamaku lagi rajin ngerajut. Entah udah ada berapa karyanya. Mama mulai ngerajut lagi karena Mama sebentar lagi punya cucu! Mama membuatkan selimut, tutup kepala, sarung tangan, kaus kaki buat calon cucu mama. Dan kayanya mama gak berhenti-berhenti ngerajut beberapa bulan belakangan ini.

Lihat kan? Mamaku memang bertalenta!

Oh ya, Mama itu suka sekali bercerita. Kadang saat aku tidak bertanya pun, mama suka memulai percakapan sepert ini: “Eh Nis, mama punya cerita loh...”. Dan semua cerita Mama itu tidak ada yang tidak memiliki pesan. Past ada hikmah, ada pesan, ada nasihat dalam cerita-ceritanya Mama. Makanya, aku selalu seneng kalau mama lagi cerita.

Mama itu selalu membantu walau aku tidak pernah meminta. Misalnya, dulu sewaktu aku masih SMP. Kenaikan kelas biasanya kami dibelikan alat tulis baru, buku catatan baru, dll. Waktu itu, tanpa aku minta.. Tahunya mama sudah belikan aku alat tulis baru! Hampir semuanya berwarna ungu dan ada gambar pokemonnya! (Waktu itu aku sangat suka warna ungu dan pokemon :D). Mama memang tahu apa kesukaan anaknya.

Lalu, beberapa bulan lalu saat aku akan pergi ke Eropa untuk praktikum. Ternyata di Bogor, mama sudah menyiapkan kebutuhanku tanpa sepengetahuanku. Bahkan beliau sudah jauh memikirkan kebutuhan-kebutuhanku dibanding aku sendiri. Bener-bener deh, kalau tidak ada mama bisa-bisa banyak barang yang lupa aku bawa.

Kalau aku sedang bete dan merengek-rengek pengen jalan-jalan atau liburan. Mama hampir selalu menanggapi aku. Dasarnya, Mama emang suka jalan-jalan juga, jadi Mama jarang nolak kalau diajak jalan-jalan. Biasanya aku sama Mama suka panas-panasin Bapak biar Bapak mau diajak liburan. Hehe, aku dan mamaku memang tim yang baik!




Aku dan Mama saat Wisuda S2 Mama :D


Kadang aku merasa mamaku itu punya sixth sense. Kadang kalau aku sedang ada masalah, tapi diam saja, tidak cerita apapun ke Mama. Tau-tau Mama tuh ngajak ngobrol, nyuruh aku bergerak, biar aku gak bengong aja... Kadang tiba-tiba nyuruh makan, tiba-tiba nyuruh kemana, dan aku ngerasanya sih kayanya Mamaku ini lagi bantuin aku biar gak bete. Entahlah, bener gak sih ma?

Mamaku itu bener-bener tempat curhat, tempat cerita, tempat nangis... Aku ingat, kalau aku lagi ada masalah, Mama selalu diam dan memeluk aku, membiarkan aku nangis sampai selesai. Mama tidak akan berbicara apapun sampai tangisanku selesai. Setelah tangisanku selesai, Mama akan menggenggam tanganku dan mendukungku dengan pilihan kata-katanya yang... selalu tepat. Mama selalu tahu cara untuk menenangkanku dan membuatku senang... Makanya, aku tidak pernah bisa berbohong sama Mama. Karena kesedihan dalam bentuk apapun, pasti bisa hilang kalau Mama yang kasih semangat... Terima kasih ya Ma :)

Hebatnya, seberapa besar kesalahanku, walau awalnya Mama selalu marah, mendiamkan aku, tapi kalau aku minta maaf... Pasti selalu berakhir dengan pelukan Mama yang hangat... Pelukan Mama yang menandakan seberapa dalam cinta Mama buat aku, seberapa dalam kepercayaan Mama buat aku... Ah, mama itu gak usah berbicara juga, pelukannya udah bikin hati terenyuh, bikin pengen nangis... Saking begitu besarnya, begitu lapangnya hati Mama buat semua kesalahan-kesalahan aku... Harus bersyukur seperti apa lagi aku punya Mama seperti beliau?

Bagi saya, sosok Mama itu sulit digambarkan. Karena banyak sekali perlakuan Mama ke aku itu tanpa usaha tapi begitu mengena di hati. Sumpah, pelukannya itu loh.. Pelukan Mama itu sulit dilawan... Sulit sekali... Terima kasih Mama buat semua pelukannya, semua dukungannya, semua rasa percayanya... Terima kasih Ma, terima kasiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiih sekaliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii