Showing posts with label Culinary. Show all posts
Showing posts with label Culinary. Show all posts

Monday, May 28, 2012

Manado, Torang Samua Basudara! Part II

Keesokan harinya saya siap untuk wisata laut ke Pulau Bunaken. Sejujurnya alasan utama mengapa saya ingin ke Manado adalah karena saya ingin mengunjungi Bunaken yang merupakan salah satu tempat dengan biodiversitas kelautan tertinggi di dunia. Saya belum pernah mencoba ataupun belajar diving, jadi saya hanya akan snorkeling di sana. Akhirnya saya berangkat melalui Pelabuhan Calaca dan menyewa satu speedboat yang akan setia menemani kegiatan saya di Pulau Bunaken. Saya berkenalan dengan dua pendamping saya, yaitu Daeng dan Fari.


Gambar ki-ka: Pelabuhan Calaca | Speedboat yang kami gunakan untuk ke Bunaken

Meninggalkan Pelabuhan Calaca


Perjalanan menuju Pulau Bunaken memakan waktu selama 45 menit. Untungnya hari itu suasana sangat cerah dan ombak pun terasa tidak terlalu besar. Saat baru berangkat dari pelabuhan, Pulau Bunaken terasa dekat, ternyata saat sudah diperjalanan terasa jauh juga.



Pemandangan menuju Pulau Bunaken


Sesampainya di Pulau Bunaken, kami langsung disapa oleh penduduk setempat untuk menyantap sarapan. Saya memesan nasi uduk dan segelas teh manis hangat sebelum turun ke air untuk snorkeling. Di Bunaken, harga penyewaan snorkel, fin dan wetsuit sudah seragam dan disediakan oleh dinas pariwisata. Untuk penyewaan snorkel dan fin dikenakan seharga Rp 100.000 dan wetsuit seharga Rp 50.000. Dinas pariwisata juga menyediakan kamera bahwa air yang dapat disewa seharga Rp 350.000. Sejujurnya dibanding saat saya ke Karimun Jawa, wisata ke Bunaken termasuk menguras kantong dan spot untuk snorkeling pun terhitung sangat terbatas.

Dari cerita Fari, di Pulau Bunaken ini hanya ada dua agama yaitu Islam dan Kristen dan tempat tinggalnya dibedakan. Ada kampung Islam dan kampung Kristen. Saat perjalanan menuju Pulau Bunaken pun saya bisa melihat adanya gereja di sebelah kanan pulau dan masjid di sebelah kiri pulau, jadi ada batas jelas antara penduduk beragama Islam dengan penduduk beragama Kristen. Fari juga menyatakan bahwa para pemeluk agama Islam lebih banyak menjadi orang-orang kapal untuk menemani wisatawan dan pemeluk agama Kristen mayoritas menjadi nelayan.



Pulau Bunaken


Akhirnya setelah sarapan saya siap untuk snorkeling. Airnya memang sangat jernih dan terumbu karangnya dapat terlihat jelas walau tanpa menggunakan snorkel. Waktu yang paling tepat untuk snorkeling memang pagi hari, sehingga terumbu karangnya dapat terlihat jelas. Ikan-ikan disini juga terhitung banyak dan dapat dengan mudah dipanggil menggunakan biskuit.


Terumbu Karang di Bunaken

Saya bersama bintang laut dan terumbu karang. Pose muka bengep.


Setelah beberapa jam snorkeling, akhirnya tiba waktu makan siang. Untuk makan siang, kita bisa menikmati ikan bakar dan sambal dabu-dabu khas Bunaken. Ikannya besar. Sambalnya juga sangat pedas. Benar-benar santapan yang mantap setelah lelah berenang di laut.


Gambar ki-ka: Sebelum dibakar | Ikan Bakar Sambal Dabu-Dabu


Akhirnya setelah puas snorkeling dan makan siang saya kembali ke Manado.

Dalam perjalanan pulang, saya baru merasakan ramainya Manado. Angkutan umumnya terhitung banyak dan di Manado disebut "Oto" dan saya tak henti-hentinya bertemu dengan kemacetan. Salah satu sumber kemacetan di Manado adalah karena adanya antrian bahan bakar. Jadi asupan bahan bakar di Manado ini katanya memang dari dulu sudah dibatasi. Sehingga kadang pom bensin harus tutup karena tidak adanya lagi bahan bakar. Karena keterbatasan itu, maka setiap kali ada pom bensin yang buka, seluruh kendaraan akan berbondong-bondong mengantri di pom bensin. Menurut supir angkot yang saya ajak ngobrol saat itu, mereka bisa menunggu 1-2 jam hanya untuk mengisi bahan bakar.

Sepanjang perjalanan pulang, saya juga menyadari bahwa Manado ini terlihat sangat asri dikarenakan banyaknya pepohonan di sisi jalan Manado. Tapi tetap saja buat saya yang akrab dengan udara seduk, Manado terasa sangat panas terutama karena saya berada di kawasan dekat pantai. Pepohonan itu tak banyak membantu dan cukup membuat keringat deras mengalir di tubuh saya.

Wednesday, April 27, 2011

Trip Nekat ke Yogyakarta - Part IV

the previous story:
Trip Nekat ke Yogyakarta - Part I
Trip Nekat ke Yogyakarta - Part II
Trip Nekat ke Yogyakarta - Part III
-------------------------------------------------------------------------

Minggu, 3 April 2010. --Yogyakarta hujan pagi ini

Saya bangun rada siang. Saya bangun kira-kira jam 9an dan suara air turun membuat saya sadar bahwa pagi ini hujan lumayan deras. Dewa ternyata dari jam setengah 7 pagi sudah pergi bersama teman semasa SDnya ke Gereja. Saya cuma sama Ariawan, dan kita memutuskan untuk langsung sarapan dan pergi ke Museum Affandi.

Setelah membersihkan diri, saya mengajak Ariawan untuk makan di restoran sop ayam yang sudah pernah saya datangi dan saya pikir itu cukup murah. Saya inget, letak restorannya di jalan sosrowijayan. Jadi saya dengan percaya dirinya mengajak Ariawan pergi kesana.. Eh ternyata restoran itu sudah pindah tempat...! Tapi Ariawan, masih mau diajak makan sop ayam itu! Ada tukang becak yang ngasih tau tempat barunya dan dia bilang sih dekat. Aku udah sedikit curiga, deketnya deket Jogja sih bikin kakiku gempor! Hahaha. Tapi akhirnya kita jalan, dan ternyata tempat sop ayam itu udah pindah di Jalan Mataram.

Saya dan Ariawan akhirnya menikmati sop ayam ditemani gerimis yang romantis... Setelah itu, saya melihat ada semacam cafe kecil bernama Artemy yang menjual ITALIAN GELATO!!!! Sumpah, saya seneng abis pas liat cafe kecil itu! Saya pecinta Italia dan saya kangen makan GELATO asli Italia... Makanya, sebelum kembali ke penginapan... Saya ngotot ke Ariawan, pengen makan ice cream disitu. Setelah masuk cafe kecil itu, tempatnya memang enak... Tapi pilihannya masih sedikit... Pilihannya cuam tiramissu, vanila, peach manggo, sama satu lagi coklat kalo gak salah... Saya pesan peach manggo, dan ternyata LARANG TENAN harganya! Rp 10.000 satu scoop! Kalo udah di Indonesia gini sih berasa mahal banget ya, padahal waktu saya di Eropa harganya 4 euro dapet 3 scope... Uh... Tapi, ya lumayan enak sih.. Tapi gak seenak gelato...

Setelah makan ice cream mahal yang gak terlalu memuaskan, saya dan Ariawan berangkat ke Museum Affandi naik trans jogja. Boook, ini lama nunggu trans jogjanya.. sampe rada berlumut saya di halte trans jogja itu... Tapi akhirnya kami sampai dan bertemu Dewa disana...


Lukisan-lukisan dan barang-barangnya Affandi


Jujur, saya gak pernah mengerti tentang lukisan, gaya lukisan, aliran lukisan.. Saya gak ngerti, sama sekali... Saya awalnya cuman tertarik sama bentuk bangunannya, karena waktu saya pernah lewatin museum itu.. Saya emang tertarik.. Haha..

Memang saya berdecak kagum saat lihat karya-karya Affandi, tapi ada beberapa lukisan yang saya gak bisa nangkep artinya (maklum bego). Cuman saya, Dewa dan Ariawan sama-sama berteriak: “My eyes! My eyes!” Karena kami harus berpikir akan maksud dari lukisan yang dibuat, belum lagi kadang kami gak ngerti bentuk apa yang digambar itu... Kami sok tahu mengartikan beberapa lukisan dan kami hanya tertawa setelah berdiskusi tentang apa arti lukisan tersebut. Bodoh sekali... Haha


Dewa yang lagi sok mikirin arti lukisan


Setelah dari Museum Affandi, Dewa mengajak kami ke Ambarukmo Plaza.. Karena sudah dekat.. Yang ini saya ngotot untuk jalan saja ke Ambarukmo, karena saya sudah pernah jalan dari Sapphire Square ke Ambarukmo Plaza dan saya rasa itu dekat... Anehnya, Ariawan bilang jauh dong! Aneh banget dia ini... Pokoknya akhirnya kita jalan ke Ambarukmo Plaza...

Nyampe Ambarukmo Plaza, kami Cuma lihat-lihat sedikit dan duduk-duduk di food court, tanpa memesan apapun. Tolong dicatat: TANPA MEMESAN APAPUN. Kami hanya ngobrol-ngobrol, duduk-duduk, ketawa-ketawa... Tanpa memesan apapun.. Aku rasa, muka kami sudah sangat tebal sekali, maklum mahasiswa nekat, mana ada duit buat makan mahal-mahal...

Setelah dari Ambarukmo Plaza, kami memutuskan untuk pergi makan ke tempat yang lebih murah. Saya lupa Ariawan mengajak kami ke daerah mana, pokoknya daerah mahasiswa.. Jadi makanan pun harganya murah-murah... Kami naik bis kota, dan jujur saya gak tau tarifnya... Saya bayar Rp 5.000 ke kenek bis buat saya dan Dewa dan dia gak ngasih kembalian. Terus saya tanya ke Ariawan, “kamu bayar berapa?”, “dua rebu”, jawab Ariawan. Terus saya tanya ke keneknya, “Mas, kok saya gak dapet kembalian? Bukannya dua ribu?”, terus keneknya jawab sambil melengos, “Gak, memang dua setengah”. KENEK SIALAN GAK TAU DIUNTUNG! BUAT MAHASISWA KERE YANG LAGI BEKPEKERAN 1000 itu sangat berarti MAS! Saya sempet kesel dikit, tapi yaudah deh.. itung-itung amal *sombong.

Ternyata, Ariawan mengajak kami ke Spesial Sambal. Tempatnya termasuk kecil, tapi yah yang penting sih mengisi perut kami. Saya ini pecinta sambal, makanya saya rada excited ngeliat tempat makan ini. Saya liat menu sambal yang paling pedas diantara semuanya, disitu tertulis “Sambel Terasi Segar”. Jadi saya tanpa ragu-ragu langsung memesan sambal yang paling pedas.


Sambel yang katanya paling pedes


Setelah semua pesanan kami datang, saya sudah tidak sabar untuk merasakan sambal yang katanya paling pedas! Saya ambil secuil ayam, terus saya cocol ke dalam sambal, saya masukkan ke mulut saya, saya rasakan menggunakan indra perasa saya.... Sekali kunyah, dua kali kunyah, 3 kali kunyah, 4 kali kunyah... HOI PEDESNYA DIMANA HOOOOOOOOOOOOOOOOOOOIIII!!!! Sumpah saya kecewa, tapi yasudahlah daripada gak pake sambal... Jadi saya nikmati aja makanannya...

Setelah selesai makan, ternyata ada yang tidak rela kami cepat-cepat meninggalkan Spesial Sambal. Hujan deras mengguyur kota Jogjakarta. Diantara kami tidak ada yang membawa payung, jadi kami harus menunggu sampai hujan reda. Saya dan Ariawan sudah kebelet boker, Dewa sudah sangat mengantuk... Jadi kami sempat diem-dieman di Spesial Sambal... Semuanya sedang berusaha mengatasi masalahnya masing-masing (lebay), sampai akirnya kita nekat hujan-hujanan sedikit dan akhirnya kami menaiki trans jogja untuk membeli tiket bis pulang.

Kami beli tiket bis Kramat Djati untuk pulang ke Jatinangor. Letak poolnya ada di Pasar Terban, dan sesampainya disana hujan turun lebih deras lagi... Saya dan Ariawan udah gak tahan buat boker, tapi gak ada cara lain untuk pulang. Halte trans jogja lumayan jauh, bis umum gak ada yang lewat pasar terban... Jadi akhirnya kami mengambil satu keputusan: TAKSI. Yak, backpacker mana yang naik taksi!? Tapi yasudahlah, akhirnya kami bertiga sampai penginapan tanpa kehujanan dengan biaya Rp 20.000 sial. Sial sungguh sial, tapi apa mau dikata.

Setelah sampai di penginapan, lagi-lagi kami membersihkan diri dan memutuskan untuk makan malam di Angkringan lagi. Kami agak-agak lelah dan sedikit mempersiapkan diri untuk pulang esok hari.

Bersambung ke Jogjakarta Part V

Friday, April 22, 2011

Trip Nekat ke Yogyakarta - Part III

Perjalanan kami lanjutkan ke Alun-alun dan Keraton. Perjalanan ini benar-benar kami lanjutkan menggunakan kaki, bukan menggunakan bis, becak, ataupun motor. Kami menggunakan kedua kaki kami...

Tiba-tiba saja saya melihat sebuah hamparan luas yang gersang dan hanya diisi oleh beberapa tukang becak yang sibuk mencari penumpang. Oh ya tukang becak disana, sangat aktif menghampiri para wisatawan, seperti: “Alun-alun, malioboro, keraton, bakpia, 5000 saja”. Seperti itu, bagi kalian semua yang malas naik becak, lebih baik jawab dengan nada halus.. “mboten pak...”, jangan menggunakan intonasi yang tinggi atau membawa bahasa-bahasa daerahmu yang terkenal kasar, seperti: “mboten cok!” (mana mungkin juga ya ada yang begini).

Oke, saya gak akan pernah sadar kalau ternyata hamparan gersang itu adalah Alun-alun kecuali Prada memberi tahu kami. Saya cuman bisa ngomong: “Hah? Ini alun-alun? Gersang gini?”. Dalam otak saya, yang namanya alun-alun itu banyak pedagang kaki lama, terus banyak kursi-kursi supaya para pengunjung bisa berlama-lama duduk dan mengobrol dengan pacar atau teman-teman, atau setidaknya ada kehidupan masyarakat di alun-alun. Namun alun-alun Jogjakarta tidak, saya juga tidak mengerti kenapa. Tapi saya gak kecewa, karena tempat selain alun-alun pun sudah begitu ramai, seperti Malioboro yang sangat ramai.

Perjalanan kami lanjutkan ke Keraton. Tiket masuk ke Keraton adalah seharga Rp 2.000, tapi bagi yang ingin memotret atau membawa kamera harus membayar lagi “tiket memotret” seharga Rp 1.000 dan bagi “tiket merekam” seharga Rp 2.000. Mau jujur lagi sih, Keraton Yogyakarta ini terlihat kurang terawat. Tidak terlalu bersih dan tanahnya dibiarkan gersang dan tidak segar. Hanya saja, entah kenapa saya gak bisa bilang saya gak suka. Saya suka Keraton ini, entah dari segi apa.

Begitu masuk Keraton, kami disuguhi patung-patung yang menggunakan baju-baju adat para penghuni Keraton. Seperti para perwira, dll. Saya lihat ada beberapa baju yang masih kental suasana Belandanya. Cuman saja, patung-patung ini terlihat menyeramkan. Kata teman kami, Prada, patung-patung ini bola matanya dibuat khusus agar terlihat seperti mengikuti kami ketika kami bergerak. Hiii, saya rada serem liatin patung itu terus-terusan.

Selanjutnya, kami disuguhi pahatan atau ukiran tentang Serang Umum Satu Maret. Kata teman kami lagi, Prada, pahatan tersebut ada beberapa yang diubah alur ceritanya pasca Presiden Soeharto. Namun dia sedikit lupa, bagian yang mana. Yang jelas, ada yang diubah.

Setelah itu kami masuk sedikit lebih dalam, dimana kami memasuki ini Keraton Yogyakarta. Tempat ini biasanya digunakan untuk upacara-upacara Keraton dan tidak boleh dimasuki oleh orang-orang umum. Sehingga saat kami sampai disana, ada pagar-pagar yang melarang kami untuk masuk ke dalam bagian tersebut. Jadi kami hanya memutar dan memutuskan untuk keluar dari Keraton Yogyakarta.

Namun, ada cerita menarik yang disampaikan oleh Prada. Konon, Gunung Merapi, Tugu, Keraton Yogyakarta, dan Pantai Parangtritis merupakan satu garis lurus. Katanya sih, orang-orang Yogyakarta menyukai hal-hal yang simetris. Namun pada masa zaman jajahan Belanda, Belanda membangun Stasiun Tugu yang memotong garis lurus tersebut, sehingga kata Prada sih, orang-orang Yogyakarta saat itu tidak terlalu menyetujui adanya Stasiun Tugu.

Oh ya, maaf tidak ada foto. Kalau saya mau jujur, semenjak memasuki daerah alun-alun, saya ngerasa ada yang beda. Entah karena apa, tapi saya merasa enggan untuk foto-foto. Saya ngerasa dimensinya kok kayanya beda daripada Malioboro. Pokoknya saya sungkan, ragu-ragu lah intinya untuk motret. Saya juga gak tau kenapa, biasanya saya gak tahan buat ngambil gambar dimanapun saya berada. Tapi entah kenapa, kali ini... saya ngerasa... suasananya... mistis... Hiiiiiii!

Nah, setelah itu perjalanan kami berhenti karena Prada dan Ariawan harus sholat dzuhur. Saya dan Dewa membeli es dawet disekitar Keraton Yogyakarta, yang ternyata tidak terlalu segar dan saya sedikit kecewa, karena saya sudah kelelahan jalan melulu daritadi, mana panas lagi cuacanya. Tapi ya segelas es dawet yang tidak segar tidak akan meruntuhkan semangat saya untuk jalan lebih jauh ke Tamansari!

Yak, kami jalan kaki ke Tamansari. Awalnya saya pikir Keraton dan Tamansari itu dekat, apalagi ngeliat Prada dan Ari yang sudah mengerti Jogja santai-santai saja mengajak kami jalan kaki. Ternyata, rasanya...... Perjalanan kami membuat kaki saya seakan-akan mau meletus (iya saya tau saya lebay), tapi saya emang gak pernah bener-bener jalan sejauh itu... Tapi ya gimana, saya tetep excited karena saya pengen banget liat Tamansari.

Sesampainya disana, ternyata Tamansari sedang ramai. Mungkin karena hari Sabtu ya, banyak murid-murid SMA yang sedang jalan-jalan di Tamansari. Banyak juga wisatawan dari benua lain berdatangan mengunjungi Tamansari.

Kami memasuki Tamansari dengan tiket seharga Rp 4.000 saja. Ternyata saat kami masuk, kami melihat beberapa anak muda sedang menggambar bersama. Kami nebak-nebak sih, palingan mereka anak ISI yang lagi pada mau ngerjain tugas. Tapi yah itu, hanya kesoktauan kami saja. Gak tau benernya gimana.





Taman Sari


Kolam di Taman Sari


Yang jelas, tamansari ini..... memikat sekali. Kebetulan hari itu, kolam-kolamnya diisi air. Kata Prada, biasanya gak selalu. Wuih, pas liat airnya yang jernih, rasanya saya pengen nyebur saat itu juga. Kayanya segar dan dingin. Lalu kami memutar kolam tersebut, di sisi kiri kolam tersebut, ada kolam kecil lain dan ada sejenis tower dengan tiga lantai saja. Kami naik ke tower tersebut dan duduk-duduk di tower tersebut dengan pemandangan kolam utama. Wih, enak sekali duduk-duduk disana, anginnya terasa sejuk. Kami menghayal ingin memiliki kamar seperti ini. Luas, ada jendela-jendelanya, sejuk, pemandangannya kolam, bahkan si Ariawan berharap masih ada putri-putri yang mandi disana.





Selanjutnya kami pergi ke sisi kanan kolam utama, dimana hanya ada satu bangunan dan itupun tidak ada apa-apa lagi. Kalau ditebak sih, itu tempat ganti bajunya. Setelah itu kami masuk lebih dalam. Ada sebuah taman disana dan kami berfoto-foto disana. Prada dan Ariawan bilang ada bagian tangga memutarnya, tapi mereka gak tahu letak persisnya dimana. Setelah bertanya kesana kemari, akhirnya kami ditunjukkan jalan menuju kesana dan mengikuti sepasang wisatawan dari Jepang dengan tour guidenya yang tampaknya sih bakal kesana juga. Eh setelah kami ikuti, kami memang masuk ke gua-gua begitu, tapi kami gak nemu tangga putarnya! Kita malah keluar dari lokasi Tamansari dan begitu melihat ke belakang, bangunan yang ingin kami datangi ternyata sudah jauh dibelakang. Oh Tuhan.... Kami semua menyerah saking kaki ini udah panas dan kapalan (lebay).

Yak perjalan siang ini selesai. Tapi Dewa ngotot, pengen mengunjungi Galeria. Katanya, semasa dia kecil, kalo ke Yogya dia sering pergi ke Galeria. Jadi dia pengen tau sekarang bentuknya kaya apa. Akhirnya, dengan sedikit bingung atas motivasinya ke Galeria yang hanyalah sebuah mall kecil, kami tetap menemani Dewa kesana. Kali ini, kami menggunakan Trans Jogja, bukan menggunakan kaki lagi.

Di Galeria, kami hanya duduk di KFC sambil bercerita tentang banyak hal. Dan setelah selesai makan, kami melanjutkan perjalanan kami untuk pulang ke penginapan. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak, membersihkan diri alias mandi, dan kembali keluar pada malam hari.

Sesampainya di penginapan, kami mandi dan tertidur di atas tidur yang tidak empuk dan tidak pula keras. Sampai akhirnya tiba-tiba Dewa membangunkanku, “Yie, yie.. mau makan jam berapa?”, aku langsung beranjak dari tempat tidur, mengecek jam di telepon genggamku.. loh ternyata sudah jam setengah 8! Pantas perutku sudah krucuk-krucuk minta diisi makanan. Eh tapi setelah aku lihat Dewa lagi, dia kembali tertidur dengan mulut sedikit menganga dan terlihat sangat asyik dalam alam tidurnya. Ya, macam mana pula diaaa.... Padahal dia yang tadi minta makan malam, eh taunya dia malah tidur.


Jogjakarta di malam hari


Pernak-pernik di Malioboro


Akhirnya, kami melihat kehidupan malam Jogja! Kami rencanya mau makan di angkringan, Ariawan yang sudah sangat mengerti Jogja mengajak kami jalan saja, awalnya saya udah mau marah-marah, bilang-bilang deket taunya kaya tadi siang! Beribu-ribu kilometer jauhnya! (Lebay). Eh ternyata angkringannya memang deket.

Wih ternyata ruameeeeeeeeeeeeee, kata Ariawan jam 3 pagi angkringannya baru sepi. Angkringan ini modelnya kayanya pedangan kaki lima. Tapi nasi, gorengan, sate-satean, dijajarin dan kita ambil sendiri. Tapi jangan lupa ngambil apa aja, karena bayarnya kalo udah beres makan. Jujur, saya cintaaaaaa sekali sama suasana malam itu di angkringan. Sangat bersahabat, sangat membumi, sangat akrab... Jogja seperti sedang memeluk penduduknya, untuk saling mengenal, saling mengisi, saling tertawa... Ah, aku jatuh cinta sama Jogja.


Makananku di Angkringan


Malam itu saya makan nasi 1 bungkus, gorengan 2, dan satu tusuk sate telur puyuh. Minumnya, aku pesan 2: teh manis hangat dan tape hangat! Enaaak dan nikmaaaaat sekali. Oh ya kalo Ariawan, dia porsi makannya banyak! Dia makan nasi 2 bungkus, gorengan 2, sate telur puyuhnya gak tau berapa. Kalau Dewa, dia gak jauh beda dari aku, tapi dia mesen KOPI JOSS! Awalnya aku penasaran, apa sih bedanya kopi joss sama kopi biasa pada umumnya? Ternyata eh ternyata, ARANG PANAS dimasukkin ke kopi hitam! Hiiiiiiiiiiiiiiii... Aku gak ngebayangin, masa aku minum arang! Hikkkk... Sereeem, panas pulaaaak... Tapi kata Dewa sih rasa arangnya gak ada tuh.. Ya rasa kopi aja. Iya deh percaya aja... Toh saya gak terlalu suka kopi hitam. Bagi kalian yang suka kehidupan di malam hari, please, dateng ke Angkringan ini... Saya yakin kalian bakal jatuh cinta sama Jogja...


Tuju Jogja di malam hari


Kami pergi dari Angkringan sekitar jam 11an, dan berjalan menuju monumen tugu. Awalnya sih pengen foto disana dan lagi-lagi Ariawan dan Prada bilang dekat menuju kesana, eh ternyata jauhnya lumayan.. Hadeuh, kakiku yang sabar yaaaa... Nyampe tugu, eh tak pikir rada aman buat foto disana, taunya gak... Langsung jalan begitu, dan kebetulan aku gak bawa lensa wide, lagi make lensa fix 50mm pula... Gak bisa lah aku foto di tugunya kecuali mau ketabrak mobil.. Mana itu di perempatan... Bisa mati aku ditubruk mobil...

Eh tapi, ada hal baru yang aku tau.. Di Jogja itu banyak sekali geng motor dan sepeda... Jangan bayangkan geng motornya orang Bandung, karena geng motornya Jogja gak seperti itu... Mereka palingan ngumpul dimana, touring, atau konvoi bareng kemana gitu... Dan rameeeeeeeeeeeeeeee, sekali sepanjang perjalanan malam saya di Jogja, saya banyak banget lihat kumpulan pemotor dan pesepeda di jalanan. Jogja terlihat begitu menyenangkan...

Lalu setelah batal foto-foto di Tugu, kami berjalan menuju Kali Code. Saya pikir kalinya kaya apa gitu, eh taunya biasa aja ding. Kaya kali-kali pada umumnya, cuman emang kemarena ada endapan pasir-pasir dari Gunung Merapi... Gitu, yah tapi sekitar Kali Code itu memang banyak anak muda kumpul-kumpul.. Sekedar duduk-duduk dan ngobrol-ngobrol sama teman-teman... Ah, sekali lagi.. Saya jatuh cinta sama Jogja...

Setelah dari Kali Code, Prada mengajak kita duduk-duduk di tempat makan Raminten. Saya sudah pernah dengar tentang Raminten, berkali-kali, tapi belum pernah sempat kesana. Eh ternyata saat sampai sana, RUAMEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE. Waiting Listnya puanjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang banget, udah kaya antri nonton 2PM pas konser Suede kemaren (lebay). Intinya, kami malas, toh kita juga gak mau makan banyak-banyak, cuma mau cari tempat duduk aja buat ngobrol... Akhirnya kami gak jadi kemana-mana... Kami memutuskan untuk langsung pulang ke penginapan... Dan kalian tahu apa? Saya jalan lagi... Yeah, betisku bengkak!

Sesampainya di penginapan, kami rapih-rapih dan akhirnya tertidur lelap karena kaki saya sudah teriak-teriak minta diistirahatkan.

Sebelum tidur, saya tak berhentinya berucap: Terima Kasih Tuhan, hari ini menyenangkan! Bersama teman-teman terbaik, menikmati ini semua... Terima Kasih Tuhan, terima kasih!

Bersambung ke Jogjakarta Part IV

Thursday, November 13, 2008

Tempat Makan Di Jatinangor

Kali ini saya akan menulis tentang: “Tempat Makan Yang Paling Enak di Jatinangor versi Ayie”. Karena saya saat ini berubah menjadi orang Jatinangor, bukan Bogor lagi, saya harus tahu tempat makan yang enak. Masalahnya perut loh! Harus dipikirkan benar-benar. Kebersihan, Kenikmatan, dan Kantong! Yap, 3K! Setiap kita akan pergi ke tempat makan, kita harus memikirkan 3K itu ya! Inilah beberapa tempat makan di Jatinangor yang saya anggap memenuhi standar 3K! Selamat membaca!

1. Bubur Fay.
Bubur Fay ini ada di ruko alfa studio dan sebelah alfa laundry. Pada tau ga? Kalo ga tau cari aja sendiri yah, deket gerbang kok dan sebelah kantor kecamatan. Bubur ini enak punya! Buburnya lebih encer dengan isi cakue dan ayam. Tapi bisa milih juga mau pake telor atau ati ampela. Harga satu porsinya 6ribu, kalo pake telor 7ribu, terus kalo pake telor&ati ampela 8ribu. Ga bakal rugi makan bubur fay karena bubur fay enak dan mengenyangkan! Selain itu, hati-hati kalau kalian ngambil sambelnya! Sambel bubuknya pedes gilaaaaaaaaaaaaaaa!!!

2. Soto Hikmah
Nah kalo soto hikmah ini tempatnya ada di ciseke kecil. Masuk ke ciseke kecil yang sebelah alfa gerbang, masuk dikit terus nyengsol lagi sedikit ketemu deh Soto Hikmah! Nah, di Soto Hikmah ini ada menu berbagai Soto. Ada Soto Ayam, Soto Banten, Soto Bandung, dan Soto Jakarta. Tapi Soto Hikmah juga menjual Bakso. Menurut saya di Soto Hikmah ini enak dan isinya ga dikit. Kuahnya pas dan kuah yang paling enak menurut saya itu kuah Soto Banten! Harganya 7500 per porsi udah pake nasi! Nasinya juga ngambil sendiri kok, jadi bisa maruk disini mah! Hehehe.

3. Adi Ada Aja(A3)
Nah, A3 ini letaknya diseberang sabar subur. Taukan? Kalo ga tau cari tau sendiri yah! Hehehe. A3 yang paling terkenal adalah soto ayam dan es mangganya! Kenapa soto lagi? Karena disini sotonya berbeda. Dalam soto A3 ayamnya kita pilih sendiri dan satu potong ayam itu buat kita. Soto A3 ga pake bihun, telor, dll. Soto A3 cuma pake ayam aja 1 potong. Tapi kuahnya enak bangetttttt. Ampe laper lagi kalo kuahnya uda abis, pengen minta kuah lagi gitu. Harga sotonya 7500 udah pake nasi ngambil sendiri, lagi-lagi bisa maruk kalo makan disini. Di A3 juga ada kok lauk-lauk lain kaya tempe, tahu, telur. Nah, minuman paling menyegarkan di A3 itu adalah es mangga, harganya 3000 aja. Penasaran kan? Dateng ajalah ke A3!

4. Cherry’s Corner
Kenapa saya pilih Cherry’s Corner? Karena tempatnya itu di depan kostan saya! (Hehe). Ga kok, saya pilih Cherry’s Corner karena walaupun range harganya itu dari 2500-22.000 tapi di Cherrys Corner itu ada free hotspot! Uda gitu porsi makanannya besar dan rasanya juga enak! Nah, gw saranin kalo dateng ke Cherry’s Corner itu pagi. Kalau mau dateng malem jangan sekitar jam 7-9-an karena rame banget dah! Cherry’s Corner ini letaknya di seberang griya. Selamat mencoba!

5. Pujasera Sakura
Nah kalo ini tempat masuknya emang kecil kaya gang, tapi gampang ditemuin kok. Pujasera Sakura ada diseberang Jatos di deket rental film SAKURA. Cari aja gang rada kecil disitu terus masuk deh. Di Pujasera Sakura ini ada berbagai macam makanan. Dari ayam laos, ayam presto, nasi timbel, gado-gado, bakso, mi hotplate, sama minuman yang seger-seger. Nah rentang harga di pujasera sakura itu 2000-15000. Gw suka semua makanan disini karena enak-enak dan murah. Hehehe.

6. Botram
Nah, botram ini tempatnya diatas gitu. Diatasnya fotokopian apa gitu haha lupa. Pokoknya seberang gerbang juga deh. Disini nama makanannya lucu-lucu. Ada Ayam Bakar Naomi Campbell, dll. Harganya juga ga mahal kok dari 1500-7500 aja! Terus disini juga ada pempek yang lumayan enak. Gw sih disini paling suka Ayam Bakar Saus Bali, soalnya saus balinya itu loh maknyusss!!! Mmm….

7. Gerbang UNPAD
Nah, ini dia tempat makan yang pasti pernah ditandangi oleh seluruh mahasiswa UNPAD. Jelas ditandangi oleh seluruh mahasiswa karena letaknya yang ada digerbang. Di gerbang ada berbagai makanan dari batagor, nasi gila, mie ayam, gado-gado, soto, bakso, lumpia basah, es marjan, es jeruk, sampe pisang ijo! Yang paling gw suka di gerbang adalah nasi gila dan pisang ijo! Hehehe. Range harga disini itu dari 1500-7500. Harganya mahasiswa banget dah!

Nah itu aja deh daftar “Tempat Makan yang Paling Enak di Jatinangor versi Ayie”. Nanti kalo ada lagi gw bikin part 2 nya hehehe. Nah, silakan mencoba dan selamat makan!!!