Tuesday, August 17, 2010

Mengenang Luka

Now playing: Paranoid Android - Radiohead

Sephia sudah berjam-jam mengitari kota. Sephia dan mobilnya sudah sama-sama lelah. Ia berharap dapat sedikit berkontemplasi dalam kendaraan yang telah ia pakai selama 5 tahun lebih. Ada kalanya ia merasa mobilnya seperti rumahnya sendiri.
Sephia pernah menangis tersedu dalam mobilnya ketika hujan deras mengguyur kotanya. Sephia pernah bernyanyi dengan keras untuk mengungkapkan kekesalannya. Sephia pernah membawa mobilnya berlaju lebih dari 100 km/jam disebuah jalanan sepi karena menahan amarahnya. Sephia pernah bersamanya di dalam mobil ini, bercerita, mendengarkan lagu kesukaan bersama, bercanda, berdiskusi tentang teori konspirasi, postmodernisme, bahkan tentang seks. Sephia rindu dia. Sephia benci mengapa segala memori tentangnya begitu sulit untuk pergi. Mengapa seluruh memori indah itu dapat terangkum dalam mobil ini? Titik-titik air mulai turun perlahan di kaca mobil Sephia. Ia nyalakan wipernya dan memandang lurus ke depan. Kini hujan seperti mengamuk. Pandangannya tidak lagi fokus. Kadang ia secara jelas dapat melihat jalan didepannya, namun sedetik kemudian pandangannya blur dihalangi ribuan titik air yang ada di kaca mobilnya.
Wiper sialan!” sahut Sephia. Apa gunanya wiper ini kalau tidak dapat memberikan pandangan jelas secara permanen ketika hujan turun?! Kalian tahu cara kerja wiper bukan? Satu detik ia menyapu sekumpulan air yang menghalangi pandangan kita dan satu detik kemudian sekumpulan air itu kembali menghalangi pandangan kita. Begitulah cara kerjanya, dan wiper sama sekali tidak mampu untuk membuat pandangan kita bersih dari guyuran air secara permanen. Guyuran air itu akan ada lagi, lagi, dan lagi. Sephia menggerutu kesal. Kekesalannya pada wiper hanyalah pelampiasan atas kekesalannya pada diri sendiri. Titik-titik air diluar sana bukan menghujani mobilnya, tetapi hatinya. Seefektif apapun wiper itu bekerja, hatinya tetap diguyuri hujan. Ia tak akan bisa menghapus kesedihannya, airmatanya, memorinya... Luka itu akan tetap ada, sekalipun Sephia coba untuk menghapusnya. Luka itu tidak akan pernah berhenti untuk kembali ke permukaan... Sephia matikan wipernya. Meski dalam hujan yang deras, ia pikir ia tak butuh wiper hanya untuk menghilangkan lukanya. Ia akan terus berjalan tanpa bantuan wiper. Sephia memilih luka itu terus ada.
All pictures above are taken by Annisa Utami Seminar

No comments:

Post a Comment

Thank you :)